PEMANFAATAN SILVIKULTUR ADAPTIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA

 

Kawasan hutan memiliki peran yang penting dalam menjaga kelestarian lingkungan hingga keseimbangan ekosistem. Pada tahun 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa luas hutan di Indonesia adalah 120,4 juta hektare (Yonatan, 2024). Kekayaan hutan tersebut meliputi berbagai jenis kawasan, termasuk hutan produksi, yang menempati setengah dari total luas hutan. Hutan ini juga menjadi penggerak perekonomian negara, di mana sekitar 60 juta pendapatan dan kebutuhan penduduk bergantung padanya (YKAN, 2018). Namun, perubahan iklim mengancam kelestarian dan produktivitas kawasan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengelolaan hutan yang adaptif serta berkelanjutan agar dapat menjaga fungsi ekologis dan mendukung produktivitas hutan produksi.

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang dikelola untuk menghasilkan berbagai produk hutan. Kegiatan pengelolaannya terdiri dari beberapa bagian, yaitu kegiatan pemanenan, penanaman, pengamanan, pengolahan, serta pemasaran (Romzy dkk., 2019). Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa hutan produksi memiliki fungsi pokok sebagai penghasil komoditas hutan, baik kayu atau non-kayu, seperti getah, dan pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam (Desriyanti & Soetarto, 2020). Selain itu, hutan produksi juga menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat yang bergantung pada hasil dan layanan tersebut. Meski fungsi utamanya adalah untuk keperluan produksi, hutan ini tetap dikelola secara berkelanjutan (Yonatan, 2024). Hal ini dilakukan agar ekosistem tetap seimbang dan sumber daya hutan tidak habis.

Namun, pengelolaan hutan produksi masih menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim. Salah satunya adalah meningkatnya risiko kebakaran hutan yang dipicu oleh naiknya suhu global (Sinaga, 2025). Fenomena yang sama juga terjadi di Los Angeles pada Januari lalu, di mana kebakaran tersebut menghancurkan lebih dari 10.000 bangunan dan menewaskan 29 orang. Tantangan ini semakin diperparah oleh deforestasi yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Secara historis, Indonesia sendiri telah menjadi kontributor utama terhadap perubahan iklim karena tingginya laju deforestasi (Junarto, 2023). Jika terus dibiarkan, kelestarian dan produktivitas hutan produksi akan menurun, yang kemudian dapat berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada hasil hutan.

Luas (‘000 ha) deforestasi di Indonesia, per tahun 2001–2016, berdasarkan kategori pemicu. Sc: Austin et al, 2019

Untuk menghadapi tantangan tersebut, hutan produksi dapat dikelola menggunakan metode silvikultur adaptif. Teknik ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan dan keseimbangan ekosistem hutan agar fungsi ekologisnya tetap terjaga meski terjadi perubahan iklim. Umumnya, pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan praktik konvensional yang hanya fokus pada pemanenan, penanaman, serta pemeliharaan pohon sesuai prosedur standar. Namun, silvikultur adaptif menekankan penyesuaian praktik pengelolaan terhadap kondisi lingkungan yang berubah, seperti pemilihan jenis pohon yang mudah beradaptasi, modifikasi sistem tebang pilih, regenerasi dan penanaman kembali, dan pengaturan panjang siklus rotasi (Szmyt & Dering, 2024). Teknik ini tidak hanya menjaga kelangsungan ekosistem hutan, tetapi juga berperan dalam meningkatkan produktivitas hutan produksi.

Salah satu contoh penerapan teknik silvikultur adaptif yang berhasil bisa dilihat dari proyek Adaptive Silviculture for Climate Change (ASCC) di Minnesota, Amerika Serikat (Nagel dkk., 2017). Dalam proyek ini, perlakuan adaptif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu resistance, resilience, dan transition, yang dirancang untuk menjaga hutan tetap sehat dan produktif. Perlakuan resilience berhasil mendorong regenerasi spesies yang lebih tahan terhadap kekeringan dan kebakaran sehingga membantu hutan tetap kuat dalam menghadapi tantangan yang muncul dari perubahan iklim. Hasil dari proyek ASCC ini menunjukkan bahwa penerapan silvikultur adaptif bisa menjadi strategi efektif untuk menjaga kelestarian dan meningkatkan produktivitas hutan produksi. Prinsip-prinsip yang sama sangat relevan untuk diimplementasikan pada hutan produksi di Indonesia, terutama mengingat tingginya angka deforestasi di kawasan ini pada tahun 2024 (Madani, 2025).

Oleh karena itu, penerapan metode silvikultur adaptif di hutan produksi Indonesia diharapkan dapat menjadi strategi untuk menjaga kelestarian hutan, meningkatkan produktivitas, dan memperkuat ketahanan ekosistem terhadap berbagai tantangan perubahan iklim maupun deforestasi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Yonatan, A. Z. (2024). Lebih dari 50% hutan Indonesia adalah hutan produksi. GoodStats. https://goodstats.id/article/lebih-dari-50-hutan-indonesia-adalah-hutan-produksi-wyODG

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). (2018). Hutan alam produksi: Ekonomi dan ekologi hutan alam produksi di Indonesia. https://www.ykan.or.id/content/dam/tnc/nature/en/documents/ykan/fact-sheet/itp/bahasa/CSP-PF-Hutan-Alam-Produksi-Nilai-ekonomi-dan-ekologi-hutan-alam-produksi-di-Indonesia-2018.pdf

Romzy, N., Triwahyudianto, T., & Wardani, N. R. (2019). Modal sosial dalam pengelolaan hutan produksi pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Pandantoyo Kabupaten Kediri. JPIG (Jurnal Pendidikan dan Ilmu Geografi), 4(1), 9–16.

Desriyanti, D., & Soetarto, E. (2020). Hubungan kemampuan akses masyarakat terhadap produk hasil hutan produksi dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga (Kasus Hutan Sanggabuana, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang). Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (JSKPM), 4(6), 824–836.

Sinaga, T. M. (2025). Perubahan iklim meningkatkan risiko kebakaran hutan. Kompas. https://www.kompas.id/artikel/perubahan-iklim-meningkatkan-risiko-kebakaran-hutan

Junarto, R. (2023). Mitigasi perubahan iklim dan dampak pengelolaan sumber daya agraria: Wawasan dari Indonesia. Tunas Agraria, 6(3), 237–254.

Szmyt, J., & Dering, M. (2024). Adaptive silviculture and climate change—A forced marriage of the 21st century? Sustainability, 16(2703).

Nagel, L. M., Palik, B. J., Battaglia, M. A., D’Amato, A. W., Guldin, J. M., Swanston, C. W., Janowiak, M. K., Powers, M. P., Joyce, L. A., Millar, C. I., Peterson, D. L., Ganio, L. M., Kirschbaum, C., & Roske, M. R. (2017). Adaptive silviculture for climate change: A national experiment in manager-scientist partnerships to apply an adaptation framework. Journal of Forestry, 115(3), 167–178.

Madani. (2025). Deforestasi di rezim transisi hilangnya hutan alam tahun 2024. https://madaniberkelanjutan.id/deforestasi-di-rezim-transisi-hilangnya-hutan-alam-tahun-2024/

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses