Pemerintah Indonesia berupaya mewujudkan tujuan ke-2 dikombinasikan tujuan ke-13 Sustainable Development Goals (SDGs) diantaranya mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, dan meningkatkan pertanian berkelanjutan serta penanganan perubahan iklim. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui proyek Food Estate. Food estate merupakan sebuah konsep atau program pengembangan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan secara besar-besaran dengan mengalokasikan lahan pertanian dalam skala yang luas (lebih dari 25 hektare) dan memanfaatkan teknologi modern (Faridawaty dan Mahrita, 2023). Ketahanan pangan menjadi salah satu kondisi ideal di mana semua orang mempunyai akses secara fisik, sosial dan ekonomi pada bahan pangan aman dan mempunyai gizi yang cukup bagi memenuhi kebutuhan hidupnya pada setiap waktu.
Penulis: himaba.fkt
![](https://himaba.fkt.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/403/2024/03/lahan-kritis-750x410.jpg)
MENILIK REHABILITASI HUTAN DI INDONESIA
Sumber : madiunpos.com
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Palupa 2023). Awalnya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dikenal dengan istilah “Penghijauan dan Reboisasi” yang dilaksanakan pertama kali di Kabupaten Karangasem pada tahun 1977 (Hermawan et al, 2016). Salah satu faktor yang melatarbelakangi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, yakni adanya alih konversi lahan secara besar-besaran sebagai akibat dari berbagai masalah yang dihadapi seperti kemiskinan, kelaparan, dan kondisi sosial politik yang sedang kacau pada awal tahun 1970 (Tsujino et al., 2016). Kegiatan alih konversi lahan berdampak pada deforestasi dan degradasi hutan yang berujung menurunnya fungsi lahan untuk dapat berproduksi secara lestari. Oleh karena itu mutlak diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan pada areal yang kritis.
![](https://himaba.fkt.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/403/2023/05/Kampanye-hutan-sosial-untuk-masyarakat.jpg)
Perhutanan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan
Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk
Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan kehutanan (Permen LHK RI no. 9 tahun 2021). Dalam program perhutanan sosial, masyarakat diberi peluang untuk mengelola hutan dan memanfaatkan sumberdaya hutan dengan cara berkelanjutan. Program perhutanan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan hutan dan mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Melalui program perhutanan sosial, masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaan hutan dan memperoleh penghasilan dari hasil hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Program perhutanan sosial penting dalam menjaga keberlanjutan lingkunga dan ekosistem, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
![](https://himaba.fkt.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/403/2023/05/logo-sdgs.jpg)
Peran Hutan dalam Mendukung Sustainable Development Goals
![](https://himaba.fkt.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/403/2023/05/logo-sdgs.jpg)
Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu agenda pembangunan global jangka panjang untuk mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh tiap negara. Program ini ditujukan terutama untuk negara berkembang dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam periode 2016-2030. Dokumen SDGs disepakati pada 2 Agustus 2015 dalam sidang PBB yang menghadirkan 193 negara termasuk Indonesia. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Presiden No. 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 4 Juli 2017. SDGs terdiri dari 17 tujuan yang dikelompokkan ke dalam 4 pilar yakni pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan lingkungan hidup, dan pemerintahan. Seluruh tujuan SDGs dirumuskan untuk dapat meningkatkan pembangunan pada keempat sektor dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Derevonia: Langkah Awal dari Kabinet HIMABA 2023
Derevonia dapat diartikan sebagai Pohon yang merupakan Pionir karena di kehidupan ini, kita membutuhkan oksigen yang diciptakan oleh pohon. Logo derevonia melambangkan harapan dan tujuan yang ingin dicapai, dimana
1) Pohon melambangkan tingkatan pertumbuhan tahap akhir yang memiliki naungan besar dengan harapan Himaba dapat menaungi mahasiswa silvikultur dan dapat berdiri dengan kokoh;
2) Kemudian horizon melambangkan lapisan yang sejajar dengan permukaan tanah dengan sifat dan karakteristik yang beragam sebagaimana Himaba dengan banyak pemikiran namun tetap dapat bersatu padu;
Agroforestri
Sumber: Canva.com
Agroforestri
Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang (UU No 41 tahun 1999). Oleh karena itu, perlu ada pengelolaan hutan secara baik agar dapat berdampak baik juga bagi kondisi ekonomi masyarakat sekitar hutan. Suatu sistem pengelolaan hutan yang memperhatikan aspek sosial dan ekologi yang dilaksanakan melalui kombinasi pepohonan dengan tanaman pertanian dan ternak disebut dengan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan yang memiliki fungsi produktif dan protektif (mempertahankan keanekaragaman hayati, ekosistem sehat, serta konservasi tanah dan air) dan sering digunakan sebagai salah satu contoh sistem pengelolaan berkelanjutan (Utami dkk, 2003) dalam (Andriansyah, dkk., 2021). Agroforestri juga dapat diartikan sebagai pengkombinasian yang terencana dalam satu bidang lahan antara tanaman berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak atau hewan baik secara bersama (pembagian ruang) ataupun bergiliran (periodik).
Sumber Benih
Sumber: Canva.com
Sumber Benih
Sumber benih secara definisinya dapat diartikan sebagai suatu tegakan yang mencakup daerah Kawasan hutan dan di luar Kawasan hutan dan dikelola dengan tujuan memperoleh benih yang berkualitas. Pada balai perbenihan kehutanan, terdapat empat sumber benih tanaman kehutanan yang mencakup sumber benih kayu putih sebanyak satu lokasi, sumber benih mahoni sebanyak satu lokasi dan sumber benih jati sebanyak dua lokasi. Dalam penentuan sumber benih, tentu terdapat standar yang harus dipenuhi. Dalam konteks ini mencakup dua hal yaitu standar umum yang merupakan standar yang secara umum harus ada pada sumber benih, dan yang kedua adalah standar khusus yang merupakan standar yang harus dipenuhi oleh sumber benih berdasarkan klasifikasinya
Gambut di Indonesia dan Vegetasi Didalamnya
Sumber gambar: www.pengertianilmu.com
Gambut di Indonesia dan Vegetasi Didalamnya
“Peran lahan gambut terhadap penyimpanan karbon di ekosistem menjadi dasar bahwa lahan gambut merupakan ekosistem vital bagi mahluk hidup, sehingga perlakuan terhadap lahan gambut haruslah dilakukan secara arif. ”
Lahan gambut merupakan tanah hasil penumpukan bahan organik melalui produksi biomassa hutan hujan tropis. Kementerian Pertanian mendefinisikan ‘gambut’ sebagai tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih besar dari 65% yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang proses dekomposisinya terhambat suasana anaerob dan basah. Lahan gambut merupakan suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada kawasan yang sebagian besar terbentuk oleh sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama. Oleh karena itu gambut adalah sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.
Konservasi Biodiversitas Pandan Laut dan Penyu sebagai Bentuk Pelestarian Ekosistem Ekoton Pantai yang Berkelanjutan
Sumber gambar: Canva.com
Konservasi Biodiversitas Pandan Laut dan Penyu sebagai Bentuk Pelestarian Ekosistem Ekoton Pantai yang Berkelanjutan
Ekosistem didefinisikan sebagai interaksi antara komponen yang satu dengan yang lain. Untuk memahami interaksi antara komponen yang satu dengan yang lain, maka perlu memperhatikan bagaimana tumbuhan (komponen biotik) memerlukan komponen abiotik, seperti tanah, air, atau cahaya untuk tumbuh. Perhatikan bagaimana hewan pemakan tumbuhan tersebut menjadi sumber makanan hewan pemakan daging, hewan atau tumbuhan yang telah mati juga mengalami penguraian oleh komponen-komponen biotik yang kemudian bermanfaat bagi tanah. Tanah tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan tumbuhan hingga menghasilkan sumber pangan manusia dan hewan. Ekosistem memiliki ciri khas ketergantungan terhadap dua komponen atau lebih, seperti penjelasan diatas yakni ketergantungan komponen biotik dengan abiotik serta biotik antar biotik dengan rantai makanannya (Latumahina, F., Mardiatmoko, G., dan Sahusilawane, J., 2019). Ekosistem diklasifikasikan berdasarkan tempat pembentuk (ekosistem perairan pantai, air tawar, hutan tropis, dan lain-lain). Berdasarkan proses, terdapat ekosistem alami tanpa bantuan manusia dan ekosistem buatan seperti lingkungan konservasi.
Titipan Pesan dari Vegetasi Pegunungan
Sumber gambar: Canva.com
Titipan Pesan dari Vegetasi Pegunungan
Masyarakat tradisional sekitar hutan di Indonesia memiliki nilai-nilai konservasi biodiversitas yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya setempat. Nilai tersebut menjelma serupa kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan hutan untuk memenuhi kebutuhan. Memang pada dasarnya, seperti pada kajian etnobotani, terdapat hubungan antara manusia dan tumbuhan. Dan, pegunungan yang menjadi salah satu “sanctuary” terakhir dari keanekaragaman, menitipkan pesan mengenai perlunya memaknai nilai konservasi agar kekayaan vegetasinya terwariskan.