Reklamasi : Pemulihan atau Pengambilan

Reklamasi Hutan sesuai peraturan Menteri Nomor 18 tahun 2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan hutan atau lahan dan vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak akibat penggunaan kawasan hutan agar dapat berfungsi optimal sesuai peruntukannya. Satu dari banyak diksi reklamasi sering dipakai dalam penambangan, baik itu penambangan emas, pasir, batubara, nikel, timah, pasir kuarsa dan lain sebagainya. Regulasi terkait reklamasi telah cukup gamblang dalam PP Nomor 76 tahun 2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan bahwa reklamasi termasuk bagian dari pengelolaan hutan yang memiliki pola umum, kriteria, dan standarnya sendiri.

Lalu sebenarnya apa yang perlu direklamasi?. Terkait pertanyaan ini pemerintah dengan mengeluarkan PP Nomor 76 tahun 2008 menjelaskan bahwa reklamasi dilaksanakan pada lahan dan vegetasi hutan di kawasan hutan yang telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah. Sebab terjadinya perubahan permukaaan penutupan tanah bisa dikarenakan penggunaan kawasan hutan dan bencana alam. Jika kita breakdown lebih detail lagi reklamasi hutan bisa dilakukan pada bekas pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, instalasi air, kepentingan religi, kepentingan pertahanan keamanan, atau becana alam. Terkhusus pada kegiatan bekas pertambangan bahwa pengerjaan dilakukan sesuai tahapan kegiatan pertambangan.

Berbicara terkait teknis bahwa reklamasi hutan memiliki empat (4) tahap, yaitu :

  1. Inventarisasi lokasi

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi pengumpulan data dan informasi untuk seluruh areal kawasan hutan yang akan dan/atau telah terganggu akibat penggunaan kawasan. Bentuk data yang diambil adalah data primer dan data sekunder berupa data biofisik, sosial, ekonomi dan rencana kerja penggunaan kawasan. Keluaran dari kegiatan ini adalah data numerik dan data spasial areal kawasan hutan.

  1. Penetapan lokasi

Kegiatan yang dilakukan meliputi pemilihan dan penunjukan lokasi terganggu dengan cara menganalisis, mengevaluasi hasil dari data numerik serta spasial kegiatan inventarisasi lokasi.

  1. Perencanaan Rencana disusun dalam jangka waktu lima tahun yang terdiri atas :
  2. Kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas
  3. Rencana pembukaan kawasan hutan
  4. Program reklamasi hutan
  5. Rancangan teknis reklamasi
  6. Tata waktu pelaksanaan
  7. Rencana biaya
  8. Peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi.

Nantinya, detail teknis masih akan lebih jelas dalam rencana tahunan yang dibuat setelah rencana 5 (lima) tahunan ini telah dibuat.

  1. Pelaksanaan

Hak yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan dan pengamanan hasil reklamasi hutan adalah pemegang izin penggunaan kawasan hutan.

Kegiatan reklamasi jika menilik dari pasal 26 Permenhut Nomor P18 tahun 2011 tentang izin pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan tanpa menunggu selesainya jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan. Karena dalam beberapa bagian kegiatan reklamasi bisa dikerjakan tanpa menunggu semua kegiatan penambangan selesai terlebih dahulu, setidaknya bisa dicicil untuk dari sedikit melakukan kegiatan reklamasi.

Siapa aktor penting yang memegang kewajiban untuk mereklamasi sebuah lahan yang dahulunya adalah hutan. Pertanyaan ini menjadi sebuah kalimat tanya yang gamblang sebenarnya untuk dijawab. Dengan pemerintah memberlakukan pasal 48 PP Nomor 76 tahun 2008 aktor penting tersebut adalah pemegang izin penggunaan kawasan hutan, namun dalam beberapa kondisi pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah yang memiliki kewajiban reklamasi dengan sebab kerusakan akibat bencana alam. Pelaksanaan reklamasi dilakukan tanpa menunggu selesai jangka waktu izin pinjam pakai, hal ini pun sama dengan yang dimaksud dalam pasal 26 Permenhut Nomor 18 tahun 2011. Penjamin keberhasilan pelaksanaan dengan dilakukannya pembayaran dana jaminan reklamasi dengan besar jumlah dananya adalah keputusan dari usulan pemegang izin yang telah ditetapkan oleh kementrian.

Menilik reklamasi hutan di Indonesia dalam implementasi lapangan nampaknya cukup banyak yang perlu dibenahi tahap demi tahap untuk mencapai dan berjalan menuju kesempurnaan. Pasalnya dalam beberapa perusahaan semisal pada PT. Raja Kutai Baru Makmur di Kabupaten Kutai Kartanegara pelaksanaan reklamasi lahan tidak dilakukan secara menyeluruh pada lahan yang sudah tidak aktif ataupun terganggu, ini terjadi juga karena kurang tegasnya Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kutai Kartanegara dalam pemberian sanksi administratif seakan-akan dilakukan pembiaran terhadap perusahaan yang melanggar peraturan yang ditetapkan mengenai kewajiban perusahaan dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang yaitu PP Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang (Heriyansyah, 2015). Dengan adanya kasus ini bahwa ketegasan setiap stakeholder yang masih terkait dengan adanya kegiatan reklamasi di lahan pasca tambang perlu digiatkan, bahwa penetapan dan implementasi sanksi dari adanya regulasi perlu untuk ditegaskan kembali. Selain itu, kesadaran mengenai kelestarian hutan yang ada setelah mengambil sumber daya menjadi kesadaran yang nyata dan harus dimiliki oleh tiap pemegang izin.

Terkait pra kondisi, pemeliharaan dan pertanggungjawaban kehilangan aset, partisipasi dan pemberdayaan, serta transparansi belum ada pengaturan yang jelas. Karena beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah seperti high transaction cost, rendahnya partisipasi, rendahnya legitimasi sebab komunikasi yang tidak efektif, struktur birokrasi, disposisi/watak, dan sumber daya. Sekedar saran bahwa membangun jaringan melalui gerakan sosial dengan menggunakan media massa dan media sosial dapat menciptakan tekanan narasi kebijakan tandingan. Selain itu, memasukkan aspek sosial ekonomi, politik, dan kelembagaan di dalam perbaikan harus dilakukan secara selektif dan diutamakan pada kawasan yang dianggap memang penting untuk diberikan izin guna memastikan legalitas dan legitimasi penguasaan lahannya (Sulastiyo et al, 2016)

 

Penulis : Ryan Prihantoro

Editor : Wawan Sadewo

 

Daftar Pustaka

Heriyansyah. 2015. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang (Studi Kasus pada PT. Raja Kutai Baru Makmur di Desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara). Jurnal Ilmu Pemerintahan, 3 (1) : 520-534.

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Menteri Kehutanan. Jakarta.

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.

Sulastiyo, Didit; H. Kartodiharjo, dan S. Soedomo. 2016. Efektivitas Implementasi Kebijakan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 07 No. 3 Hal 181-187. Institut Pertanian Bogor. Bogor

 

Sumber gambar : http://jejakrekam.com/2017/08/09/kumpulkan-masyarakat-pt-berkat-bumi-persada-meminta-saran/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.