
Pada tanggal 11 Februari 2025, wilayah Yogyakarta dikejutkan oleh fenomena hujan es yang cukup signifikan. Kejadian ini, meskipun tidak sepenuhnya asing, menimbulkan pertanyaan mengenai frekuensi dan intensitasnya yang mungkin dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Hujan es terbentuk dalam awan cumulonimbus yang memiliki arus udara naik (updraft) yang kuat, mampu menahan partikel air di lapisan atmosfer yang sangat dingin hingga membeku menjadi es dengan berbagai ukuran sebelum akhirnya jatuh ke permukaan bumi (Wallace & Hobbs, 2006). Perubahan iklim, yang salah satu pemicunya adalah deforestasi atau kerusakan hutan, dapat memengaruhi pola cuaca ekstrem seperti ini. Hutan memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan hidrologis dan termal suatu wilayah. Kerusakan hutan mengurangi kemampuan lahan dalam menyerap karbon dioksida (CO2), gas rumah kaca utama penyebab pemanasan global, serta mengganggu siklus air yang berpotensi meningkatkan instabilitas atmosfer dan frekuensi kejadian cuaca ekstrem (IPCC, 2021).