Gambut di Indonesia dan Vegetasi Didalamnya

Sumber gambar: www.pengertianilmu.com

Gambut di Indonesia dan Vegetasi Didalamnya

“Peran lahan gambut terhadap penyimpanan  karbon di ekosistem menjadi dasar bahwa lahan gambut merupakan ekosistem vital bagi  mahluk hidup, sehingga  perlakuan terhadap lahan gambut haruslah dilakukan secara arif. ”

Lahan gambut merupakan  tanah hasil penumpukan bahan organik melalui produksi biomassa hutan hujan tropis. Kementerian Pertanian mendefinisikan ‘gambut’ sebagai tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih besar dari 65% yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang proses dekomposisinya terhambat suasana anaerob dan basah. Lahan gambut merupakan suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada kawasan yang sebagian besar terbentuk oleh sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu lama. Oleh karena itu gambut adalah sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang lama.

Lahan gambut memiliki banyak manfaat yaitu untuk pencegah bahaya banjir di musim hujan dan mencegah kekeringan di musim kemarau karena memiliki kemampuan untuk menyerap dan menampung air dalam jumlah yang banyak. Selain itu, manfaat gambut yaitu sebagai habitat bagi kehidupan satwa dan tumbuhan. Namun, lahan gambut juga memiliki kelemahan yaitu memiliki kandungan hara yang rendah. Tanah jenis ini kurang cocok untuk digunakan sebagai tanah pertanian karena membutuhkan pengelolaan yang lebih rumit untuk dilakukan.

Perbedaan antara tanah gambut dengan tanah lainnya dapat dibedakan dengan mengamati ciri fisik dan juga kimia yang terkandung didalamnya. Ciri fisik dari tanah gambut yaitu mempunyai kadar air sekitar 100% hingga 1300% dari berat keringnya. Kandungan air yang tinggi menyebabkan gambut memiliki kepadatan tanah (bulk density) yang rendah. Ciri fisik lainnya yaitu ketidakmampuan gambut untuk kembali menyerap air jika telah kering atau kadar airnya telah turun dibawah 100%. Kondisi ini akan meningkatkan risiko terbakarnya lahan gambut pada kondisi kering.

Sementara itu, ciri kimia atau ciri yang dapat diamati dengan melihat kandungan yang ada didalam suatu tanah menunjukan bahwa tanah gambut memiliki struktur kimia yang dipengaruhi oleh kandungan mineral penyusunnya. Gambut di Indonesia biasanya memiliki kandungan mineral sekitar 5% dan sisanya adalah material organik dari tumbuhan. Bahan organik tersebut terbagi menjadi beberapa fraksi, seperti senyawa humat antara 10% sampai 20% serta senyawa lain seperti lilin, selulosa, hemiselulosa, lignin, suberin, protein, resin dan sebagainya. Selain itu, tingkat keasaman tanah gambut sangat tinggi dengan kadar pH antara 3 sampai 5.

Proses pembentukan gambut memakan waktu yang lama bahkan berlangsung selama ribuan tahun. Dimulai dari adanya cekungan atau genangan air yang sangat luas yang pada suatu waktu mengalami pendangkalan secara perlahan-lahan dan bertahap. Pendangkalan ini terjadi akibat tanaman yang tumbuh di lahan basah (kumpulan bahan-bahan organik) yang kemudian mati, lalu menumpuk di dasar cekungan, setelah itu akan mengalami pembusukan yang lambat karena tidak adanya udara sehingga membentuk lapisan di atas tanah mineral yang berada di dasar cekungan. Tanaman berikutnya tumbuh dan kemudian mati di atas lapisan yang sudah terbentuk dan akan mengalami siklus yang sama sehingga secara bertahap membentuk lapisan-lapisan gambut yang baru.

Dilansir dari laman pantaugambut, Indonesia memiliki luasan gambut tropis terbesar di dunia dengan luas mencapai 13,43 juta hektare yang tersebar di tiga pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua.  Dengan luasan itu, Indonesia menjadi negara dengan kepemilikian luasan gambut tropis terluas di dunia. Luasan lahan gambut di Indonesia tersebar di tiga pulau besar yaitu Sumatera dengan luas gambut 5,8 juta hektare, Kalimantan dengan luas gambut 4,5 juta hektare dan Papua dengan luas gambut 3 juta hektare.

Jenis-jenis Vegetasi di Lahan Gambut

1. Jelutung Rawa

Sumber gambar : https://indonesia.wetlands.org/id/publikasi/jelutung-rawa/

Tanaman jelutung rawa (Dyera polyphylla) merupakan salah satu jenis andalan untuk merehabilitasi ekosistem hutan rawa gambut yang terdegradasi, karena adaptif di lahan gambut dan memiliki nilai ekonomi, baik dari getah dan kayu.  Jelutung Rawa merupakan tanaman asli hutan tropis yang dapat tumbuh pada daerah tepi sungai, rawa dan rawa bergambut. Tanaman ini mampu tumbuh dalam level muka air tanah kurang dari 40 cm, hal ini disebabkan karena jelutung memiliki akar nafas yang mampu membantu tanaman ini menghadapi genangan air pada waktu lama (Tata dkk, 2015). Dengan laju pertumbuhan diameter batang jelutung rata-rata 1,7 cm/tahun, jelutung dapat disadap pada umur 10 tahun, dan pada akhir daur yaitu tahun ke-30, kayu jelutung dapat dipanen. Selain itu, penanaman jelutung rawa di lahan gambut dapat menggunakan metode agroforestry dengan memasukan berbagai tanaman sela di bawah tegakan jelutung rawa seperti jahe, lengkuas dan nanas dapat memberikan penghasilan tambahan, selain produk buah/benih yang dapat dijual sebagai sumber bibit. Kayu jelutung dapat digunakan untuk industri papan, kayu lapis dan bubur kayu; getahnya untuk industri kabel, alat – alat kesehatan, permen karet; sedangkan resin yang diekstrak dari getah jelutung digunakan dalam industri pernis, kosmetik dan bio-farmasi (Tata dkk, 2015).

2. Perepat /Tumih (Combretocarpus rotundatus)

Sumber gambar : https://www.inaturalist.org/taxa/184062-Combretocarpus-rotundatus/browse_photos

Perepat (Combretocarpus rotundus) merupakan salah satu jenis pohon penyusun hutan bakau. Pohon ini dapat hidup pada daerah yang tergenang air dan cenderung menyukai tanah berlumpur dan berpasir, sehingga pohon ini dapat tumbuh di daerah gambut. Pohon Perepat juga sering dijumpai di sepanjang peisisr pantai dan muara sekitar pulau lepas pantai. Di Indonesia, jenis flora ini tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Kep. Riau dan Bangka Belitung. Pohon Perepat banyak ditemukan pada hutan dengan kanopi terbuka dengan tanah yang tergenang dengan ketinggian 100 – 300 mdpl. Pohon ini selalu hijau dengan ketinggian mencapai 15 m dan memiliki kulit batang berwarna putih tua hingga coklat. Ciri – ciri daunnya berbentuk bulat telur terbalik, duduk daun berhadapan, tebal, berukuran panjang 5 – 12 cm dan lebar 3 – 9 cm. Bunganya berkelamin ganda, soliter, bertangkai pendek dan berwarna hijau di bagian luar serta merah di bagian dalam. Buahnya memiliki biji banyak, pangkal buah dilindungi kelopak dan mahkota bekas tangkai putik. Kayu Perepat dapat digunakan untuk kayu bakar dan pertukangan. Daun Perepat juga dapat digunakan sebagai antioksidan (Gazali, dkk., 2020).

3. Mentibu (Dactylocladus stenostachys)

Sumber gambar : https://de.wikipedia.org/wiki/Dactylocladus_stenostachys

Hutan gambut dicirikan dengan adanya vegetasi gambut salah satunya adalah Mentibu (Dactylocladus stenostachys). Mentibu merupakan jenis spesies endemik Kalimantan yang hidup di hutan rawa gambut dan juga kerangas. Mentibu dapat tumbuh hingga ketinggian 40 meter dan  DBH mencapai 150 cm. Menurut Elfis dalam Hastuti dkk (2014), spesies ini merupakan spesies yang banyak mendominasi hutan gambut. memiliki lapisan tajuk teratas, Pohon ini mudah dikenali karena batangnya terbalut kulit luar yang pecah, berwarna kelabu kekuningan, tidak memiliki banir, dan memiliki bulu halus. Kayu Pohon Mentibu dapat digunakan untuk pembuatan furniture dan konstruksi.

4. Bintangur (Calophyllum inophyllum)

Sumber gambar : https://www.inaturalist.org/taxa/159698-Calophyllum-inophyllum

Bintangur merupakan salah satu jenis dari famili Callophylleae yang banyak tersebar di beberapa tipe hutan baik hutan kering Mixed Dipterocarp, hutan rawa gambut maupun hutan kerangas. Pohon ini memiliki batang besar yang tingginya dapat mencapai 20 m dengan diameter mencapai 150 cm. Pohon Bintangur cenderung memiliki percabangan yang banyak dan tidak mudah mengalami prunning alami. Jenis flora ini dapat tumbuh pada tanah berpasir yang marginal dan tanah liat dengan ketinggian tempat 0 – 300 mdpl, memiliki drainase baik dan  pH 4 – 7,4. Pohon Bintangur memiliki batang yang tebal dan kulit batangnya bertekstur kasar retak – retak berwarna hitam. Daunnya mengkilap dan kaku serta buahnya banyak tersusun dalam kelompok – kelompok. Kayu Bintangur dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, kayu lapis dan konstruksi ringan. Kulit biji dapat digunakan sebagai bahan anti kanker. Daun dapat digunakan untuk menghilangkan fertigo dan migrain (Violet, 2018).

5. Punak (Tetramerista glabra)

Sumber gambar : https://www.inaturalist.org/taxa/348104-Tetramerista-glabra/browse_photos

Pohon Punak merupakan salah satu tanaman khas lahan gambut yang dapat digunakan untuk merehabilitasi hutan rawa gambut. Tinggi pohon ini dapat mencapai 37 m dengan diameter sekitar 150 cm. Pohon Punak banyak tumbuh di tanah rawa gambut seperti di Sumatera, Kaliamntan dan Semenanjung Malaysia. Jenis flora ini juga mampu tumbuh di hutan mangrove, hutan campuran Dipterocarp dan hutan kerangas dengan ketinggian hingga 500 mdpl (Alimah, 2014). Kayu Pohon Punak dapat dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan ringan seperti kusen pintu atau jendela, reng, dll.

6. Shorea uliginosa

Sumber : Jurnal Respon Stek Meranti Bakau (Shorea uliginosa Foxw.) Terhadap Pemberian Rootone F dan Berbagai Media Tanam. Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 13(2), 98-107.

Salah satu family dipterocarpaceae yang dapat tumbuh di lahan gambut adalah Shorea uliginosa. Penyebaran Shorea uliginosa yaitu di Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaysia. Nama lokal dari Shorea uliginosa adalah Meranti batu, Meranti bauya, dan Meranti rawa. Pohon ini berukuran besar, tinggi mencapai 40 meter dan diameter hingga 90 cm. Pohon ini berbanir papan dengan batang berwarna coklat dengan kulit batang yang mengelupas dan kulit bagian dalam kuning kecoklatan. Pohon ini memiliki aroma resin dan mengeluarkan damar kuning. Daunnya tunggal berseling dan pada bagian permukaan bawah daun kasar berpasir. Bentuk daun ellips hinga oblong, tepi daun rata dan ujungnya meruncing pendek. Kayu dari shorea uliginosa dimanfaatkan menjadi bahan baku mebel, plywood dan juga vinir. Kelas kuat kayu ini masuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet I (Petrus dkk, 2021; Azwin dkk,2018). Selain itu, meranti bakau dapat menghasilkan etanol sebagai sumber energi alternatf yang ramah lingkungan. Namun sayangnya, sekaran ini meranti bakau ternyata sekarang sudah masuk dalam daftar spesies terancam menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) (Endang,2014).

7. Dipterocarpus borneensis

Sumber : https://v3.boldsystems.org/index.php/Taxbrowser_Taxonpage?taxid=497315

Spesies terakhir yang akan dibahas pada vegetasi gambut berasal dari famili Dipterocarpaceae dengan nama spesies Dipterocarpus borneensis. Pohon ini biasa disebut Keruing sindur dan memiliki nama lokal berupa keruing daun halus, awang buah di Kalimantan Timur, tempudau di Kalimantan Selatan, dan juga resak kerangas. Spesies ini tersebar banyak di Sumatera dan Kalimantan. Pohon ini dapat mencapai tinggi hingga 40 m dan diameter 75 cm. batang pohon ini sering dijumpai tidak lurus, berwarna coklat keabuan, dengan kulit batang mengelupas dan bagian dalam berwarna orange. Daunnya tunggal, berbentuk ellips.  Pada tangkai daun terdapat lingkaran dan membengkak bagian ujung tangkainya dan bagian bawah membulat. Selain di hutan rawa gambut, pohon ini menjadi satu satunya family Dipterocarpaceae yang dapat hidup di hutan Kerangas dengan ketinggian mencapai 500 mdpl.

 

 

Disusun oleh:

Audry Nur Haliza, May Lina Yusi Istiqomah, Mentari Rahmadika Gusti, Rayhan Rajoalam Putra P., Rageta Swietenia Magdasari Putri

 

Daftar Pustaka :

Alimah, D. 2014. Studi Karakteristik dan Potensi Punak (Tetramerista glabra) sebagai Jenis Tanaman Rawa Gambut Multiguna. Jurnal Galam, 8, (2) : 1 – 8.

Azwin, A., & Sadjati, E. (2018). Respon Stek Meranti Bakau (Shorea uliginosa Foxw.) Terhadap Pemberian Rootone F dan Berbagai Media Tanam. Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 13(2), 98-107.

Endang, Sukara. 2014. Kenyataan Manis dan Pahit tentang Meranti Bakau. Diakses dari http://lipi.go.id/berita/single/Kenyataan-Manis-dan-Pahit-tentang-Meranti-Bakau/9687 pada 23 Agustus 2022.

Gazali, M., Nurjanah., Nabila, U., Muhammad, N., dan Zuriat. Skrining Senyawa Bioaktif Daun Perepat sebagai Antioksidan Asal Pesisir Kuala Bubon Aceh Barat. 2020. Jurnal Pengelolaan Hasil Perikanan Indonesia, 23, (2) : 402 – 411.

Hastuti, S., Muin, A., & Thamrin, E. (2014). Keanekaragaman Jenis Vegetasi pada Hutan Rawa Gambut Sekunder dan Belukar Rawa Desa Sungai Pelang Kabupaten Ketapang. Jurnal Hutan Lestari, 2(3).

Petrus, S., Manurung, T. F., & Kartikawati, S. M. Identifikasi Jenis Pohon Family Dipterocarpaceae Pada Hutan Rawa Gambut Di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (Khdtk) Universitas Tanjungpura Kecamatan Mandor Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, 9(4), 584-598.

Ramdhani, Dimas. 2015. Artikel Mentibu. Diakses pada https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/artikel/mentibu/?lang=en  pada 21 Agustus 2022.

Tata HL, Bastoni, Soyuddin M, Mulyoutami E, Perdana A dan Janudianto. 2015. Jelutung

Rawa: Teknik Budidaya dan Prospek Ekonominya. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. 62p.

Van Hoeflaken, J., Demies, M., & van der Meer, P. J. 2021.Historical data guides restoration of degraded peat swamp forests in Southeast Asia. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 914, No. 1, p. 012044). IOP Publishing.

 

Violet. 2018. Identifikasi Pemanfaatan Tradisional dan Penapisan Senyawa Fitokimia Ekstrak Daun Bintangur (Callophyllum soulatri Burm F.) Jurnal Enviro Scienteae, 14, (1) : 70 – 76.