Biodiversitas Hutan : Penopang Kehidupan

sumber : Canva.com

Sumber: Canva.com

Penopang Kehidupan : Biodiversitas Hutan

Biodiversity atau keanekaragaman pada hutan tidak melulu berbicara mengenai makhluk hidup. Lebih dari itu, ada beragam aspek penting yang menjadi penyokong kehidupan di hutan. Potret nyata hutan menjadi sangat miris karena angka biodiversitas hutan yang ada semakin menurun. Di dalam hutan terdapat milyaran kehidupan organisme yang bahkan menghidupi kehidupan lainnya. Hal lain yang menjadi penting adalah bahwa hutan merupakan “pabrik” dari beragam kekayaan alam. Ketidakmengertian, ketidaktahuan dan ketidakpedulian terhadap pentingnya hutan banyak menyebabkan minimnya pengetahuan dalam mengelola hutan. Padahal, hutan diibaratkan sebagai penopang kehidupan selaras dengan pernyataan dan ajakan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pada Hari Hutan Internasional (HHI) yang menyatakan bahwa hutan Indonesia memiliki peran strategis sebagai sistem penopang kehidupan (Life Support System). Hutan hujan Indonesia, menjadi rumah bagi ribuan jenis spesies yang beragam. Mengacu data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kawasan hutan di Indonesia yaitu 125.797.052 ha yang terbagi menjadi beberapa bagian. Indonesia memang patut bangga atas julukan negara megabiodiversity. Daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10 % tumbuhan, 12 % mamalia, 16% reptil dan amfibi, serta 17 % burung yang ada di dunia (Collin et al. 1991). Merilis data dari BAPPENAS, Indonesia setidaknya memiliki lebih dari 38.000 spesies tumbuhan, 55% diantaranya adalah tumbuhan endemik.

Sayangnya, saat ini kondisi si “penopang kehidupan” sedang tidak baik-baik saja. Saat ini terjadi penurunan status keanekaragaman hayati yang diakibatkan banyak faktor. Degradasi lahan, deforestasi hutan, dan eksploitasi secara berlebihan merupakan faktor – faktor yang turut mengancam biodiversitas. Indonesia sebagai negara megabiodiversity menduduki peringkat ke-5 dari 20 negara di dunia yang biodiversitas alaminya terancam punah. Pada abad berikutnya, Indonesia telah diperkirakan akan kehilangan 20 – 50% dari semua spesies yang ada bahkan yang belum ditemukan sebelumnya. Terdapat sekitar 1126 spesies terancam punah yang terdiri dari mamalia, burung, reptil, amfibi, ikan, dan molusca (Sutarno dan Ahmad, 2015). Ironisnya, dalam 100 tahun terakhir pembukaan hutan di Indonesia terkonsentrasi di Kalimantan dan Sumatera (Broich et al. 2011). Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, pulau Kalimantan telah kehilangan sekitar 2/3 tutupan hutannya. Hingga saat ini, keberadaan hutan tropis di Indonesia terus mengalami penurunan akibat deforestasi. Diperkirakan sekitar 18,7 juta hektar hutan tropis di Kalimantan ditebang antara tahun 1973 hingga 2015 untuk dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan, pertanian, industri, dan tempat tinggal (Firmansyah., dkk, 2021). Dilansir dari laman milik salah satu lembaga konservasi terbesar yaitu WWF Indonesia, terjadi penurunan yang signifikan mengenai keanekaragaman hayati Indonesia dari tahun 1970 hingga saat ini. Meski demikian, penurunan keanekaragaman hayati ini belum menjadi perhatian media, pemerintah dan pihak lembaga internasional.

Manusia yang sudah tidak memaknai hutan dengan segenap hatinya, tidak akan menyadari bahwa hutan kita sedang tidak baik-baik saja. Hutan kita sedang kritis. Langkah kecil sebagai langkah awal yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan ini tidak lain adalah dengan mengenali dan memahami lebih dalam apa saja yang terdapat di dalam hutan. Memperbaiki dengan terlebih dahulu mempelajari merupakan salah satu cara yang mumpuni untuk dilakukan. Gerakan-gerakan kecil pun dirasa mampu menjadi angin segar bagi kondisi saat ini.

Berangkat dari hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada mengusung tema “Biodiversity”. Pemilihan tema ini patut dijadikan sebagai pemacu diri untuk lebih mengenal keadaan hutan di Indonesia. Masa depan kita, sangat bergantung pada hutan dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Ultimatum maha mendesak ini harus segera menemukan muara penyelesaiannya. Apabila tidak segera ditangani dengan sepenuh hati, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dapat kehilangan luasan hutannya dalam waktu singkat. Sebuah bom waktu bernama hutan dan biodiversitasnya berjalan mulai detik ini. Berita mengenai biodiversitas hutan harus segera disebarkan. Biodiversitas hutan harus tetap lestari.

Penulis : Maria Agustha N. B. P., Nabila Anggita A, Riska Annisa Mayfinda.

Penyuting : Alnus Meinata 

Sumber Referensi:

BAPPENAS. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020: IBSAP: Dokumen Nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Jakarta.

Broich M, Hansen M C, Potapov P, Adusei B, Lindquist E J and Stehman S V. 2011a. Time-series analysis of multi-resolution optical imagery for quantifying forest cover loss in Sumatera and Kalimantan, Indonesia. Int J Appl Earth Observ Geoinform 13 277-291.


Broich M, Hansen M, Stolle F, Potapov P, Margono BA, Adusei B. 2011b. Remotely sensed forest cover loss shows high spatial and temporal variation across Sumatera and Kalimantan, Indonesia 2000–2008. Environ Res Lett 6 (1): 014010. doi:10.1088/1748- 9326/6/1/014010


Collins, N. M., J. A. Sayer, T. C. Whitmore. 1991. The Conservation Atlas of Tropical Forests. Asia and The Pacific. Macmillian Press Ltd; London.

Firmansyah, R.P., Eko, P.P., Aulia, N.K., dan Delila, P.S. 2021. Program Heart of Borneo WWF dalam Pelestarian Hutan di Kalimantan. Jurnal Hutan Tropis, 9 (1) : 94 – 100.

Sutarno., dan Ahmad, D. S. 2015. Biodiversitas Indonesia : Penurunan dan Upaya Pengelolaan untuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 1(1) : 1 – 13.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.