Konservasi Biodiversitas Pandan Laut dan Penyu sebagai Bentuk Pelestarian Ekosistem Ekoton Pantai yang Berkelanjutan

Sumber gambar: Canva.com

Konservasi Biodiversitas Pandan Laut dan Penyu sebagai Bentuk Pelestarian Ekosistem Ekoton Pantai yang Berkelanjutan

Ekosistem didefinisikan sebagai interaksi antara komponen yang satu dengan yang lain. Untuk memahami interaksi antara komponen yang satu dengan yang lain, maka perlu memperhatikan bagaimana tumbuhan (komponen biotik) memerlukan komponen abiotik, seperti tanah, air, atau cahaya untuk tumbuh. Perhatikan bagaimana hewan pemakan tumbuhan tersebut menjadi sumber makanan hewan pemakan daging, hewan atau tumbuhan yang telah mati juga mengalami penguraian oleh komponen-komponen biotik yang kemudian bermanfaat bagi tanah. Tanah tersebut bermanfaat bagi pertumbuhan tumbuhan hingga menghasilkan sumber pangan manusia dan hewan. Ekosistem memiliki ciri khas ketergantungan terhadap dua komponen atau lebih, seperti penjelasan diatas yakni ketergantungan komponen biotik dengan abiotik serta biotik antar biotik dengan rantai makanannya (Latumahina, F., Mardiatmoko, G., dan Sahusilawane, J., 2019). Ekosistem diklasifikasikan berdasarkan tempat pembentuk (ekosistem perairan pantai, air tawar, hutan tropis, dan lain-lain). Berdasarkan proses, terdapat ekosistem alami tanpa bantuan manusia dan ekosistem buatan seperti lingkungan konservasi.

Konservasi adalah pelestarian ataupun pemberian perlindungan. Secara harfiah, konservasi bermula dari kata bahasa Inggris yakni Conservation yang artinya pelestarian ataupun perlindungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi adalah pemeliharaan adan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian. Konservasi adalah sebuah kegiatan yang melibatkan banyak sektor bidang, bukan satu sektor saja (seperti pertanian, perikanan, kehutanan, dan margasatwa) yang secara langsung bertanggung jawab atas pengelolaan yang memastikan bahwa pemanfaatan berkelanjutan serta melindungi proses ekologi dan keragaman genetik yang penting untuk pemeliharaan sumber daya yang bersangkutan dengan sektor lain (seperti kesehatan, energi, industri) (Latumahina, F., 2021).

Istilah keanekaragaman hayati (biodiversity) pertama kali digunakan dalam versi panjangnya (biological diversity) oleh Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah atau kekayaan spesies. Karena terlalu sederhana maka istilah ini menimbulkan perdebatan di kalangan ahli. Dibandingkan dengan istilah awal (biological diversity), biodiversity lebih banyak mendapatkan perhatian dan lebih diterima. Sebagian besar menyatakan keanekaragaman hayati tidak sama dengan jumlah spesies, karena istilah pertama bersifat lebih umum. Jika keanekaragaman hanya terbatas jumlah spesies, maka disepakati bahwa hal tersebut lebih tepat disebut kekayaan spesies (species richness). Keanekaragaman hayati juga tidak sama dengan keanekaragaman spesies yang didefinisikan oleh Pielou sebagai jumlah spesies di suatu area dan jumlah kelimpahannya (Leksono, A. S., 2010).

Biodiversitas adalah kata yang diperkenalkan oleh-pakar-pakar yang bergerak dalam bidang biologi. Kata ini kemudian menjadi lebih bermakna setelah Edward O. Wilson dari Universitas Harvard memperkenalkan buku berjudul Biodiversity, yakni kepanjangan dari biological diversity, pada 1989. Perkembangan selanjutnya, kata ini menjadi sangat populer dan tidak hanya dipakai oleh ahli biologi lingkungan, melainkan juga peneliti, pemerhati lingkungan, penyandang dana, pendidik, ahli sosial, ekonomi, pengambil kebijakan, dan banyak lagi. Biodiversitas merupakan hal yang paling mudah dipahami yaitu “kekayaan hidup di bumi, jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, genetika yang dikandungnya, dan ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup” (Supriatna, J., 2018). Hal ini perlu dipertimbangkan pada tingkatan spesies dan seluruh organisme bumi, termasuk bakteri, protista, hewan, dan jamur, skala kecil seperti variasi genetik spesies. Terakhir, biodiversitas meliputi komunitas biologi dimana spesies hidup dan interaksi antar tingkatan tersebut (Primack, 2004; Supriatna, J., 2018).

DeLong (1996) dalam Leksono, A. S., (2010), mengajukan definisi yang lebih komprehensif terkait keanekaragaman yakni merupakan atribut (ciri) suatu area yang menyangkut keragaman di dalam dan diantara organisme hidup, kesimpulan organisme, komunitas biotik dan proses biotik, yang masih bersifat alamiah ataupun yang sudah diubah oleh manusia, keanekaragaman hayati dapat diukur dari level genetik beserta identitasnya, jumlah spesies, kumpulan spesies, komunitas biotik, proses biotik dan jumlah (seperti kelimpahan, biomassa, penutupan, dan laju) serta struktur dari level ke level tersebut. Keanekaragaman hayati ini kemudian diklasifikasikan skala organisasi biologisnya yakni mencakup gen, spesies, ekosistem dan proses-proses biologisnya (Leksono, A. S., 2010).

Sumber gambar: Canva.com

Ekoton merupakan gambaran yang paling teat untuk menjelaskan keadaan perbedaan faktor pembatas pada tiap populasi dalam komunitas berdasarkan kelompok spesies yang berbeda-beda, bersifat relatif dan tidak selalu sama, yakni komunitas yang bersifat dinamis, struktur da komposisinya berubah sesuai musim dan faktor lingkungan. Ekoton sendiri merupakan area peralihan antar komunitas yang berdampingan yaitu keadaan spesies secara sedikit demi sedikit menghilang dan diganti dengan spesies lain (Romimohtaro dan Juwana, 2005; Ma’rifat, T. N., 2020).

Ekoton merupakan daerah perbatasan antara dua habitat. Misalnya batas antara hutan dengan padang rumput. Daerah ini mendukung spesies di kedua tipe habitat, baik yang berasal dari hutan maupun padang rumput, sehingga jumlah spesies yang berada di dalamnya lebih banyak. Hal ini terjadi karena adanya efek tepi (edge effect) yaitu adanya peningkatan keanekaragaman di daerah tepi atau perbatasan. Umumnya di daerah ekoton memiliki jumlah spesies yang lebih dari jumlah spesies di dua habitat, karena ekoton menjadi area transisi. Selain mendukung spesies di dua habitat yang berbeda, ekoton juga memiliki spesies tersendiri yang khas sehingga meningkatkan keanekaragaman jenisnya. Situasi seperti ini terjadi baik di ekosistem darat maupun laut (Leksono, A. S., 2010).

Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati daerah intertidal atau daerah terkena pasang dan surut air laut hingga di dalam pulau atau daratan dimana terdapat pengaruh dari laut (Noor, dkk, 1999; Kumala, K. A., Pribadi, R., dan Ario, R., 2021). Vegetasi pantai di pulau kecil memiliki susunan sederhana, hanya ditemukan sedikit spesies. Kondisi vegetasi pantai dapat diketahui dengan mengkaji struktur komposisi dan tutupan kanopi. Tutupan kanopi merupakan faktor pembatas kehidupan tumbuhan, penghalang atau pembatas penetrasi cahaya masuk ke dalam ekosistem tumbuhan. Persentase tutupan kanopi penting untuk dikaji karena menjadi indikator dalam mengetahui kondisi, pertumbuhan ataupun kerusakan serta laju degradasi vegetasi pantai secara berkala (Schaduw, 2019; Kumala, K. A., dkk, 2021). Untuk mengetahui luasan tutupan kanopi ekosistem dilakukan dengan metode hemispherical photography.

Sumber gambar: Canva.com

Penyu (Sea turtle) adalah satwa peninggalan dari zaman purba 110 juta tahun silam, penyu berhasil melewati zaman purba sampai saat ini masih hidup di dunia termasuk di Aceh. Kehidupan penyu mulai terancam punah akibat gangguan-gangguan manusia, predator, lingkungan maupun penyu itu sendiri (Juliono, M. R., 2017). Seekor penyu betina menghasilkan ratusan butir telur, hanya belasan tukik (bayi penyu) berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Hal itu tidak memperhitungkan faktor perburuan manusia untuk cenderamata dan pemangsa alaminya ketika tukik menyentuh lautan.

Berdasarkan kajian pustaka diatas, maka dapat dibahas kembali bahwa penyu merupakan satwa langka yang bukan hanya milik negara tertentu saja, tetapi menjadi milik dunia dan semua bangsa di dunia berkepentingan menjaga kelestariannya. Dengan ini diperlukan upaya intensif penyelamatan hewan yang mulai langka, harus dilestarikan oleh instansi berwenang, mengajak masyarakat sekitar habitatnya menjaga dan mengurangi pengambilan telur-telurnya. Masyarakat memang sangat sulit dilarang mengambil telur penyu karena menjadi sumber mata pencahariannya. Mengajak mengurangi konsumsi penyu merupakan upaya pelestarian penyu. Penyu berperan dalam stabilitas habitat lamun dan menyebarkan nutrisi di perairan, menunjang kelimpahan keragaman ikan yang menjadi sumber protein manusia. Penyu adalah predator penting dalam jaringan dan rantai makanan di laut (Juliono, M. R., 2017).

Kebermanfaatan penyu perlu dijaga seiring pelestarian dan pembangunan ekoton dengan vegetasi dominan pandan laut sebagai habitat bertelurnya. Menurut Pakar penyu Kuala Aceh, dalam laporannya, Rahmad menyatakan ±20 tahun lalu, penyu bertelur hingga 10 induk, kini tinggal 2‒3 induk. Dikhawatirkan 5−10 tahun mendatang kawasan pantai tidak akan disinggahi penyu. Sedangkan penyu hidup di habitat laut sebagai habitat utama keseluruhan hidupnya dan darat untuk waktu bertelur serta penetasannya. Karakteristik habitat darat peneluran (nesting ground) yakni butiran pasir mudah digali dan aman untuk penetasan. Warna pasir peneluran adalah keputih-putihan dan agak gelap (Nuitja, 1992; Juliono, M. R., 2017). Pantai berpasir tebal berlatar belakang hutan lebat dari spesies pandan (Pandanus tectorius), memberi naluri penyu bertelur. Menurut Nuitja (1992) dalam Juliono, M. R., (2017) penyu hijau menyukai sarang di bawah naungan pohon pandan laut, karena perakarannya meningkatkan kelembapan, menstabilkan pasir, dan memberi rasa aman saat penggalian lubang sarang penyu.

Konservasi penyu guna melestarikan biodiversitas yang ada di ekosistem ekoton perlu diimbangi dengan konservasi habitat penyu itu sendiri yaitu keberadaan pandan laut. Pandan laut dapat memberi keamanan bagi induk penyu saat menelur seperti menghindari predator pemakan telur penyu karena daun dari pandan laut yang menggerombol rapat dan terdapat duri kecil pada tepi daunnya. Masyarakat harus sadar betapa pentingnya peran penyu dalam ekosistem. Jika habitat terjaga maka populasi penyu juga akan terlindungi.

Disusun oleh:

Audry Nur Haliza, May Lina Yusi Istiqomah, Mentari Rahmadika Gusti, Rayhan Rajoalam Putra P., Rageta Swietenia Magdasari Putri

Kata Kunci:

Ekosistem, Konservasi, Biodiversitas, Ekoton, Vegetasi Pantai, Pandan Laut, dan Penyu.

Daftar Pustaka

Juliono, M. Ridhwan. (2017). Penyu dan Usaha Pelestariannya. Jurnal Sains dan Aplikasi, Vol. V, No. 1 | ISSN : 2337 – 9952, 49. Retrieved 05 20, 2022, from http://ojs.serambimekkah.ac.id/serambi-saintia/article/view/277

Kumala, K. A., Pribadi, R., dan Ario, R. (2021). Hemispherical Photography Vegetasi Pantai di Perairan Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Journal of Marine Research, Vol 10, No.2 | EISSN: 2407-7690, 314. Retrieved 05 20, 2022, from https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jmr

Latumahina, F. (2021). Modul Pembelajaran Mata Kuliah Ekologi dan Konservasi Hutan Pulau Kecil Topik : Suksesi Hutan dan Kearifan Lokal Masyarakat di Indonesia. Bandung: Penerbit Adab. Retrieved 05 20, 2022, from https://www.google.co.id/books/edition/Modul_Pembelajaran_Mata_Kuliah_Ekologi_d/cUwyEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Latumahina, F., Mardiatmoko, G., dan Sahusilawane, J. (2019). Respon Semut Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan di Pulau Kecil. Bandung : Media Akselerasi. Retrieved 05 20, 2022, from https://www.google.co.id/books/edition/Respon_Semut_Terhadap_Kerusakan_Ekosiste/DpipDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ekosistem+adalah&pg=PA23&printsec=frontcover

Leksono, Amien S. (2010). Keanekaragaman Hayati. Malang: Universitas Brawijaya Press. Retrieved 05 20, 2022, from https://www.google.co.id/books/edition/Keanekaragaman_Hayati/6JO0DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Ma’rifat, T. N., dkk. (2020). Dasar-Dasar Perikanan dan Kelautan. Malang: Universitas Brawijaya Press. Retrieved 05 20, 2022, from https://www.google.co.id/books/edition/Dasar_Dasar_Perikanan_dan_Kelautan/XEADEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Supriatna, Jatna. (2018). Konservasi Biodiversitas: Teori dan Praktik di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Retrieved 05 20, 2022, from https://books.google.co.id/books?id=7RJpDwAAQBAJ&dq=biodiversitas+adalah&lr=&hl=id&source=gbs_navlinks_s

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.