Rekayasa Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Sumber: BP2LHK, 2019

 

Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas pertambangan di Indonesia tentunya memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pertambangan yang menimbulkan terbentuknya lahan bekas tambang yang mengalami kerusakan baik kerusakan dalam aspek fisik maupun kimia. Menurut Hirfan (2016), secara fisik lahan telah mengalami kerusakan karena kedalaman efektif tanah menjadi dangkal. Selain itu di area bekas tambang juga terdapat berbagai lapisan yang menghambat pertumbuhan tanaman, contohnya yaitu pasir, kerikil, serta lapisan sisa-sisa tailing (Hirfan, 2016). Pada kondisi yang parah, dapat terlihat lapisan cadas dan bentuk permukaan tanah bekas tambang umumnya sangat ekstrim karena perbedaan kemiringan tanah yang sangat menonjol pada jarak pendek (Hirfan, 2016). Sementara itu, dilihat dari aspek kimianya, unsur hara tanah pada lahan bekas tambang telah hilang sehingga lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan terhadap penyediaan unsur hara bagi tanaman (Hirfan, 2016).

Salah satu cara untuk menangani lahan bekas tambang yaitu dengan kegiatan reklamasi. Menurut UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, kegiatan reklamasi hutan dan lahan merupakan usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan reklamasi lahan bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena memiliki banyak faktor pembatas. Selain itu, kegiatan tersebut juga melibatkan banyak aspek sehingga memerlukan formulasi dan strategi yang tepat. Agar mencapai keberhasilan reklamasi hutan dan lahan, salah satu strategi yang perlu diterapkan yaitu rekayasa silvikultur. Rekayasa silvikultur merupakan suatu kombinasi teknik/metode dalam penanganan suatu tapak tempat tumbuh sehingga suatu jenis pohon dapat tumbuh secara layak atau suitable (Danarto, 2021). Kunci keberhasilan dalam penerapan rekayasa silvikultur yaitu mempunyai pengetahuan kondisi tapak karena setiap tapak dengan kondisi berbeda memerlukan rekayasa silvikultur yang berbeda. Menurut Danarto (2021), terdapat beberapa rekayasa silvikultur yang dapat diterapkan antara lain:

1. Penambahan Biomassa Secara Langsung

Kekurangan biomassa merupakan salah satu ciri khas lahan bekas tambang (Asmarhansyah, 2016). Oleh karena itu, upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan biomassa guna memacu perkembangan mikroorganisme tanah, menyediakan nutrisi sebagai modal awal pertumbuhan tanaman, serta mengubah iklim mikro. Penambahan biomassa merupakan teknik paling sederhana yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan ember yang dilubangi kemudian biomassa diletakkan pada ember tersebut. Selanjutnya tanaman dimasukkan pada biomassa tersebut dan ember dapat dilepas ketika tanaman telah ditanam.

Gambar 1. Penambahan Biomassa menggunakan Ember (Sumber: Danarto, 2021)

 

2. Fly Potting

Fly Potting merupakan pengembangan dari teknik penambahan biomassa langsung. Teknik ini dapat diterapkan di area bekas pertambangan yang tergenang karena kesalahan proses perataan lahan bekas tambang. Kegiatan pemerataan lahan bekas tambang pada area pertambangan terbuka seperti tambang timah, tambang emas, dan tambang batu bara biasanya menyebabkan terbentuknya genangan dengan tinggi setengah meter saat terjadi hujan. Kondisi tersebut akan menyebabkan lahan menjadi sulit untuk ditanami. Fly potting dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi genangan dan meningkatkan jumlah biomassa untuk nutrisi tanaman. Pembuatan fly potting dilakukan dengan memasang kotak berlubang berbentuk persegi berukuran 60 x 60 cm2   atau 1 x 1  m2 . Selanjutnya, substrat pertumbuhan berupa kompos atau top soil dimasukkan ke kotakan tersebut dan tanaman dapat ditanam di dalamnya. Setelah itu, kotak dapat dilepas. Prinsip dari teknik ini yaitu dengan menaikkan substrat tempat tumbuh tanaman untuk menghindari genangan air.

Gambar 2. Pembuatan Fly Potting (sumber : Danarto, 2021)

 

3. Kompos Blok

Teknik kompos blok digunakan untuk area bekas tambang yang mudah tergerus air sehingga tanaman dapat mudah kehilangan substrat media tumbuh serta kehilangan nutrisinya, contohnya pada lahan bekas tambang yang kelas teksturnya didominasi oleh pasir yaitu bekas tambang batu bara dan tambang timah. Adapun tekniknya yaitu dengan membuat blok yang berasal dari kompos. Kompos blok merupakan kompos yang dibuat menjadi berbentuk kubus atau tabung dan di bagian tengahnya diberi lubang untuk meletakkan bibit.

Dilansir dari website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2019), Marinus selaku Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru menyampaikan bahwa langkah pembuatan kompos blok diawali dengan mencacah kompos menggunakan mesin pencacah kompos (choper). Hasil cacahan tersebut kemudian dicampur dengan kotoran hewan dan dedak dengan perbandingan 10 : 5 : 1. Selanjutnya campuran tersebut difermentasi dengan mikroorganisme lokal (MOL) yang dapat dibuat dengan menggunakan limbah buah-buahan busuk. Fermentasi ini berlangsung selama 1 minggu. Setelah dilakukan fermentasi, bahan dihaluskan dengan mesin Diskmill FFC 45, lalu dicetak untuk dijadikan kompos blok. Pada saat dicetak, bahan tersebut diberi tambahan berupa kanji dan semen putih sebagai perekat. Setelah itu, kompos blok dikeringanginkan dan dijemur selama  7 hari.

Gambar 3. Contoh Kompos Blok (Sumber: BP2LHK, 2019)

Gambar 4. Penerapan Kompos Blok (Sumber: Danarto, 2021)

 

Pemanfaatan kompos blok membuat tanaman tidak mudah kehilangan substrat tempat tumbuhnya. Selain itu, kompos blok dapat berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman untuk memacu pertumbuhan akar. Biasanya, akar akan terbentuk setelah satu bulan penanaman. Pertumbuhan akar akan menjadi lebih cepat setelah akar berhasil menembus kompos blok. Hal ini dikarenakan pada daerah bekas tambang yang berupa pasiran, biasanya terdapat nutrisi yang bergerak (nutrisi perkolasi). Nutrisi tersebut sebenarnya masih bisa digunakan asalkan kita dapat mendesain agar nutrisi bergerak tersebut dapat dimanfaatkan oleh akar.

 

4. Press-Block Media Diperkaya

Teknik Press-Block Media Diperkaya diterapkan pada lahan dengan suhu tinggi, minim biomassa dan nutrisi, fluktuasi air tanah cukup lebar, serta pergerakan mikroba terbatas. Prinsipnya pembuatannya sama dengan kompos blok, tetapi biomassa yang digunakan dalam pembuatan kompos perlu lebih diperkaya. Hal ini bertujuan untuk mendukung perkembangan mikroba. Adanya aktivitas mikroba akan membantu penyediaan nutrisi di dalam tanah.

Gambar 5. Penerapan Press-Block Media Diperkaya pada Lahan Bekas Tambang (Sumber : Danarto, 2021)

 

5. Nurse Plant

Nurse plant merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesuburan tapak. Nurse plant merupakan teknik tanam yang digunakan untuk area yang minim biomassa, suhu tinggi, miskin nutrisi, pergerakan mikroorganisme terbatas, serta kandungan logam beracun tinggi. Prinsipnya yaitu dengan menanam jenis tanaman yang sifatnya ‘merawat’. Jenis tanaman yang tergolong ke dalam nurse plant biasanya merupakan jenis pionir. Jenis tanaman ini dapat merubah kondisi lahan sehingga dapat mendatangkan jenis lain untuk dapat tumbuh di lahan tersebut. Adapun kriteria lain untuk jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai nurse plant yaitu tanaman yang memiliki fungsi sebagai pengatur kelembaban serta pengikat nitrogen.

Pada daerah tambang, jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai nurse plant yaitu jenis cemara udang (Casuarina equisetifolia). Hal ini dikarenakan jenis tersebut dapat bersimbiosis dengan bakteri Frankia sehingga akan menghasilkan nitrat. Di samping itu, cemara udang juga memiliki tingkat gutasi yang tinggi sehingga dapat membantu meningkatkan kelembaban.

Daerah tambang biasanya memiliki kandungan logam berat yang tinggi sehingga penanaman nurse plant dapat dilakukan dengan teknik fly potting agar tanaman tidak terkontaminasi. Keberadaan logam berat dapat menyebabkan keracunan pada sel-sel tanaman (Juhri, 2017) sehingga perlu dibuat fly potting untuk melindungi tanaman. Kombinasi antara teknik nurse plant dan fly potting memiliki keunggulan berupa nutrisi tanaman yang diperoleh lebih lengkap yakni berasal dari material yang kita tambahkan pada teknik fly potting dan dari nurse plant itu sendiri.

 

Penulis: Marliana Ega Pradita

Editor : Galang Rama Asyari

 

Daftar Pustaka

Anonim. 1999. Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Asmarhansyah. 2016. Karakteristik dan Strategi Pengelolaan Lahan Bekas Tambang Timah di Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru. Banjarbaru: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung.

BP2LHK. 2019. Pemanfaatan Bahan Organik Lahan Menjadi Kompos Blok untuk Mendukung Penyiapan Lahan Tanpa Bakar. Diakses dari https://foreibanjarbaru.or.id/archives/4524  pada 15 Juli 2021.

Danarto, S. 2021. Materi Kuliah Rehabilitasi Hutan dan Lahan: Model Reklamasi Hutan dan Lahan Berbasis Peningkatan Daya Dukung Produktivitas Lahan. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM.

Hirfan. 2016. Strategi Reklamasi Lahan Pasca Tambang. Pena Teknik 1 (1): 101-108.

Juhri, D.A. 2017. Pengaruh Logam Berat (Kadmium, Kromium, dan Timbal) terhadap Penurunan Berat Basah Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk) sebagai Bahan Penyuluhan Bagi Petani Sayur. Jurnal Lentera Pendidikan Pusat Penelitian LPPM UM Metro 2(2): 219-220

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. Dukung Penyiapan Lahan Tanpa Bakar, BP2LHK Banjarbaru Olah Bahan Organik Lahan jadi Kompos Blok. Diakses dari  https://www.menlhk.go.id/site/single_post/2375 pada 15 Juli 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.