Strategi Rehabilitasi di Pasir Pantai

Rehabilitasi pantai dapat menjadi daerah yang rawan terhadap berbagai permasalahan lingkungan dan bencana alam seperti tsunami (Budiadi, dkk., 2016). Namun,aktivitas manusia untuk kepentingan ekonomi menjadi pemicu berkembangnya permasalahan yang makin kompleks. Pada era otonomi daerah, batas administrasi cenderung digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan pesisir, padahal seharusnya pengelolaannya didasarkan pada batas ekosistem (Wibowo, 2002).

Untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan pesisir, maka perlu diperhatikan kondisi ekologi, status tapak, kondisi ekonomi dan sosial budaya (Sumardi, 2008; Hanley dkk., 2009). Pada lahan pantai berpasir di pantai Selatan, rehabilitasi dilakukan menggunakan cemara udang (Casuarina equisetifolia var. Incana), karena mampu memecah angin (wind break), beradaptasi terhadap tapak marginal, tahan terhadap salinitas dan kekeringan, berperakaran dalam, serta membentuk vegetasi rapat dan tinggi (Nurjanto dkk., 2009). Mengingat besarnya tekanan kebutuhan manusia terhadap lahan pesisir, serta dampak bencana alam, maka upaya konservasi, rehabilitasi dan pembangunan jalur hijau hutan pantai merupakan kebutuhan yang mendesak (Goltenboth dkk., 2006). Pendekatan utama yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi adalah penanaman jenis-jenis yang sesuai dengan lahan pesisir.

Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), terdapat 2 (dua) formasi vegetasi pantai berpasir yakni formasi Pes-caprae dan formasi Baringtonia. Formasi Pes-caprae diambil dari nama jenis herba berbunga ungu, merambat dengan daun tebal seperti kaki kambing, Ipomoea pes-caprae. Formasi ini biasanya berada pada daerah pasang tertinggi dan pada semua pantai terbuka di daerah tropika yang sering ditumbuhi kelompok spesies perintis yang terpisah-pisah, yang masing-masing mungkin mempunyai kerapatan yang agak rendah. Beberapa di antara tumbuhan ini tumbuh dari biji yang terapung-apung yang terbawa ombak sampai ke batas pasang surut tertinggi. Leeuwan (1927) dalam Monk et al (2000) menjelaskan bahwa jenis Ipomoea pes-caprae biasanya tidak berbuah di tempat yang jauh dari garis pantai, karena jenis ini tampaknya mengalami penyerbukan oleh Xylocopa dan Hymenoptera lainnya.

Zona ini memiliki jenis tumbuhan yang mampu tumbuh di tanah yang berkadar garam (salinitas) tinggi, mempunyai kemampuan menyesuaikan diri Adaptasi gurun Tingkat Endemik Adaptasi terhadap lingkungan Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia pada keadaan pasir yang kering, terhadap angin, terhadap tanah yang miskin unsur hara dan terhadap suhu tanah yang tinggi serta memiliki akar yang dalam (Anwar et al., 1984; Wong, 2005).

Dalam pemilihan jenis untuk rehabilitasi pantai pasir diperlukan pemilihan jenis yang sesuai. Kriteria yang perlu dipahami adalah tanaman mampu sesuai dengan iklim,mampu survive dalam keadaan nir hara,tegakan yang kuat akan terpaan angin, dan mampu tumbuh dalam keadaan air yang minim (Satyawan,2005).Jenis-jenis yang bias dipilih adalah cemara ,keben,waru,widuri,dll.

 

Oleh : Mohammad Risalluddin Fatih          Editor : Galang Rama Asyari

 

DAFTAR PUSTAKA

Anwar J, Damanik SJ, Hisyam N dan Whitten AJ. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Budiadi, H. H. Nurjanto., S. Hardiwinoto, dan E. Primananda. 2016. Strategi Pemilihan Jenis Tanaman untuk Mendukung Rehabilitasi Pesisir Berdasarkan Karakteristik Fisik Makro di Muara Sungai Progo. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 23(3): 349 – 359.

Goltenboth, F., Timotius, K.H., Milan, P.P., dan Margraf, J., 2006. Ecology of Insular Southeast Asia. The Indonesian Archipelago. Elsevier. Amsterdam.

Monk KA, Fretes YD, Lilley GR. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Seri Ekologi Indonesia. Buku V. Prehallindo. Jakarta.

Nurjanto, H.H., Suhardi, dan Djulianto, S., 2009. Tanggapan semai cemara udang (Casuarinaequisetifolia var. Incana) terhadap cekaman salinitas dan frekuensi penyiraman padamedia pasir pantai. Prosiding seminar nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Yogyakarta, 24-25 November 2008,pp. 176-183.

Setyawan, A.D. Indrowuryatno, Wiryanto, K. Winarno, dan A. Susilowati. 2005. Tumbuhan mangrove di pesisir Jawa Tengah: 1. keanekaragaman jenis. Biodiversitas 6 (2): 90-94

Sumardi, 2008. Model Rehabilitasi Kawasan Pantai. Seminar Nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan : Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan, Wanagama I, 24-25 November 2008. Yogyakarta

Wong PP. 2005. The Coastal Environment of Southeast Asia. Di dalam : Gupta, A. (editor) The Phy

Wibowo, M., 2002. Sistem Jaringan Kelembagaan dalam Pengelolaan Lingkungan Pantai. Jurnal Teknologi Lingkungan, 3(3):218-225.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.