Kendala Rehabilitasi Wilayah Pantai Berpasir

 

 

Kawasan pantai berpasir merupakan salah satu penyusun wilayah pesisir yang didominasi oleh hamparan atau dataran pasir berupa pasir hitam, abu-abu, atau putih (Sugiarto dan Ekariyono, 1996). Wilayah pantai berpasir termasuk dalam lahan marginal dan telah diupayakan untuk direhabilitasi. Namun upaya tersebut seringkali menemui berbagai kendala akibat kondisi lahan yang cukup ekstrim seperti:

  1. Kendala kondisi biofisik lahan

          Rendahnya kadar lengas dan ketersediaan air tawar

Sifat  tanah pasiran sangat berpengaruh pada status dan distribusi air sehingga berpengaruh pada sistem perakaran (Oliver  dan  Smettem, 2002). Dalam kaitannya dengan menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah karena didominasi oleh pori-pori makro. Oleh karena itu, air yang jatuh ke tanah akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi. Ketersediaan air tawar bergantung pada frekuensi dan volume air sistem sungai atau irigasi dari darat serta tingkat evaporasi ke atmosfer. Bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidup tanaman (Dahuri, 2003).

          Rendahnya kadar unsur hara tersedia

Porositas yang tinggi membuat air yang mengangkut unsur hara sangat mudah merembes jauh ke dalam tanah. Akibatnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak terjangkau oleh akar. Selain itu, unsur hara mudah hilang melalui pencucian dan penguapan (Sumardi, 2009).

          Temperatur tinggi

Lahan pantai berpasir memiliki suhu tanah yang sangat tinggi di siang hari (Yuwono, 2009). Suhu tanah yang tinggi ditambah dengan kondisi lahan pasir yang bersifat kurang mampu menyimpan air dan miskin unsur hara dapat mengakibatkan stres pertumbuhan tanaman.

          Salinitas tinggi

Angin dengan kecepatan tinggi akan membawa partikel-partikel kecil air garam dari laut. Air garam akan meresap ke dalam tunas karena abrasi mekanis dan ion klorida terkumpul pada ujung ranting daun sampai kadar yang merugikan. Hal ini dapat mengakibatkan meristem ujung daun dan tajuk yang menghadap ke laut menjadi mati, sedangkan tajuk yang menghadap daratan dapat berkembang (Ewussie, 1990). Keadaan ini menyebabkan hanya tanaman jenis tertentu yang mampu tumbuh dengan baik pada lahan yang memiliki kandungan salinitas tinggi (Sumardi, 1986).

          Kondisi tanah tidak stabil dan selalu berubah

Menurut Bradshaw dan Chadwick (1980), pantai berpasir secara alami terbuka dan tidak stabil, berputar balik karena kombinasi pengaruh angin dan ombak. Selain itu, kohesi dan konsistensi pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau angin. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat tetap untuk melekat organisme, karena aksi angin atau gelombang secara terus menerus menggerakan partikel substrat. Hal tersebut dapat mengakibatkan tumbangnya bibit yang baru ditanam karena belum memiliki perakaran yang kuat. 

          Pemilihan Jenis Tanaman

Agar tercapai keberhasilan rehabilitasi wilayah pesisir, maka perlu diperhatikan kondisi ekologi, status tapak, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial budayanya (Budiadi dkk., 2016). Karakteristik tapak pada lahan pasir kurang mendukung untuk tumbuhnya suatu vegetasi (Sumardi, 2009). Selain itu, intensitas  sinar  matahari  dan  suhu  yang  tinggi,  serta  angin yang berhembus membawa uap garam yang menyebabkan kesulitan dalam memilih jenis tanaman. Pada lahan pantai berpasir, rehabilitasi dilakukan menggunakan cemara udang, karena mampu memecah angin, beradaptasi terhadap tapak marginal, tahan terhadap salinitas dan kekeringan, berperakaran dalam, serta membentuk vegetasi yang rapat dan tinggi (Nurjanto dkk., 2009).

 

  1. Kendala Sosial Ekonomi

          Partisipasi Masyarakat

Masyarakat sekitar kawasan rehabilitasi memiliki peranan yang penting dalam membangun, menjaga, dan mengelola kawasan tersebut. Proses rehabilitasi memerlukan waktu relatif lama, sehingga partisipasi masyarakat secara aktif dapat memperbesar peluang keberhasilan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.

          Pemanfaatan Ganda

Wilayah pesisir seringkali dimanfaatkan untuk pertanian, kehutanan, perikanan, rekreasi, pemukiman, dan lain sebagainya. Konsep pemanfaatan ganda perlu memperhatikan keterpaduan, keserasian, dan juga penentuan batas kegiatan yang jelas (Waluya, 2008). Dengan demikian antar kegiatan dalam jangka panjang dapat diselaraskan untuk menunjang keberhasilan program rehabilitasi.

 

Oleh : Emi Nur Khasanah

 

Daftar Pustaka

Budiadi, H. H. Nurjanto, S. Hardiwinoto, dan E. Primananda. 2016. Strategi Pemilihan Jenis Tanaman untuk Mendukung Rehabilitasi Pesisir Berdasarkan Karakteristik Fisik Makro di Muara Sungai Progo. Jurnal Manusia dan Lingkungan 23 (3) : 349-359.

Bradshaw, A.D. dan M.J. Chadwick. 1980. The Restoration of Land “The Ecological Reclamation of Derelict and Degraded Land”. Blackwell. British.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman hayati Laut, Aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 

Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Membicarakan Alam Tropika Afrika, Asia, Pasifik, dan Dunia Baru. ITB. Bandung.

Nurjanto, H.H., Suhardi, dan S. Djulianto. 2009. Tanggapan Semai Cemara Udang (Casuarina equisetifolia var. Incana) Terhadap Cekaman Salinitas dan Frekuensi Penyiraman Pada Media Pasir Pantai. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta

Oliver,  Y.M., dan K.R.J.  Smethem.  2002.  Predicting  water balance  in  a  sandy  soil:  Model  sensitivity  to  the variability  of  measured  and  near  saturated  hydraulic properties. Australian Soil Res. 43 : 87-96

Sugiarto dan W. Ekariyono. 1996. Penghijauan Pantai. Penebar Swadaya. Jakarta

Sumardi. 1986. Peranan Mikorisa dalam Budidaya Tanaman Kehutanan. Seminar dan Reuni IV Fakultas Kehutanan UGM. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sumardi. 2009. Prinsip Silvikultur Reforestasi dalam Rehabilitasi Formasi Gumuk Pasir di kawasan Pantai Kebumen. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur Rehabilitasi Lahan: Pengembangan Strategi untuk Mengendalikan Tingginya Laju Degradasi Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Waluya, B. 2008. Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Tk SMA. UPI. Bandung

Yuwono, N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (2) : 137-141

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.