Rekayasa Silvikultur dalam Rehabilitasi Ekosistem Gambut

Pict by :  Earthmind.org

            Ekosistem gambut merupakan ekosistem yang sangat unik karena terbentuk dari timbunan bahan organik mati yang terawetkan selama ribuan tahun (Wibisono dkk., 2005). Selain itu, ekosistem gambut sering disebut sebagai ekosistem air hitam karena wilayahnya tergenang air berwarna coklat kehitaman seperti teh atau kopi. Salah satu permasalahan yang terdapat di ekosistem gambut yaitu adanya kebakaran yang menyebabkan degradasi lahan gambut. Menurut data SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021) tercatat bahwa sebanyak 3.079.313,75 Ha kawasan hutan mengalami kebakaran. Lebih lanjut lagi, Geographic Information System (GIS) Specialist​ Yayasan Madani Berkelanjutan Fadli Ahmad Naufal (2019) menyebutkan lima provinsi yang menyumbangkan kebakaran hutan terbesar yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Mayoritas kebakaran yang terjadi di lima provinsi tersebut berada pada kawasan gambut.

Kegiatan rehabilitasi lahan gambut sangat diperlukan guna mengembalikan lahan gambut yang telah terdegradasi. Mengingat kondisi ekosistem gambut yang unik, tentunya diperlukan adanya rekayasa silvikultur dalam melakukan kegiatan rehabilitasi lahan gambut. Rekayasa silvikultur diartikan sebagai serangkaian cara/metode yang diterapkan guna memanipulasi tanaman maupun kondisi tapak agar dapat mewujudkan keberhasilan kegiatan rehabilitasi. Beberapa rekayasa silvikultur yang dapat dilakukan untuk rehabilitasi lahan gambut antara lain:

  1. Pembuatan sekat kanal

Kendala utama sifat fisik tanah di lahan gambut adalah genangan. Selama ini genangan pada lahan gambut hanya dianggap mampu ditangani dengan pembuatan kanal. Masalahnya, menghilangkan fluktuasi genangan lebih dari 40 cm dianggap berbahaya karena dapat memicu kebakaran. Maka, jalan tengah yang dapat diambil adalah dengan membuat sekat kanal untuk kanal yang sudah ada. Harapannya, sekat kanal mampu menjaga kestabilan pasang-surut air. Meskipun tanaman tetap terendam, hal itu paling tidak dapat membuat tanaman tidak stress dengan fluktuasi air yang drastis. Rekayasa tersebut tentu juga akan semakin didukung dengan penggunaan jenis tumbuhan yang mampu bertahan pada genangan maupun pasang-surut air.

  1. Pembuatan lubang tanam yang fleksibel

Pembuatan lubang tanam saat proses penanaman sudah sepantasnya menjadi perhatian. Lubang tanam sebaiknya dibuat unik dan tidak kaku seperti peraturan umumnya yakni 30 cm x 30 cm. Bayangkan saja jika di lahan gambut yang terendam air dibuat lubang tanam 30 cm x 30 cm, pastinya bukan menjadi lubang tanam, yang ada malah seperti akan membuat kolam. Logikanya, semakin lebar lubang tanam maka semakin luas kubangan yang harus dihadapi akar untuk survive​ ​. Maka, dalam penanaman di lahan gambut, lubang tanam harus dibuat sekecil mungkin.

  1. Pemadatan tanah

Santosa dkk. (2003) dalam Santosa (2011) menyatakan bahwa bibit yang ditanam di lahan gambut akan ambles sekitar 5 cm dikarenakan tanah yang berongga. Pemilihan bibit berukuran relatif tinggi mungkin bisa mengantisipasi tertimbunnya bibit ketika ambles. Namun, rendahnya bulk density ​lah yang lebih utama diatasi. Oleh karena itu, pemadatan tanah di sekitar lubang tanam sangat direkomendasikan dilakukan baik sebelum dan sesudah bibit ditanam. Salah satu rekayasa silvikultur yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan media pres. Media pres merupakan materi substrat bersifat padat yang dibuat dengan cara dipres. Media pres dapat dibuat dari campuran gambut, kompos, dan pupuk kandang. Keunggulan media pres ini yaitu memiliki sifat porous, ringan, mudah diperoleh, ekonomis, ramah lingkungan, kompak, kuat, dan dapat merangsang pertumbuhan akar (Santoso, 2011).

  1. Pemilihan jenis tanaman

Kendala utama sifat kimia tanah di lahan gambut adalah tanah yang bersifat sangat asam. Keadaan ini membuat fosfat terikat oleh alumunium. Padahal, fosfat sangat penting bagi pertumbuhan tumbuhan karena dibutuhkan untuk pembelahan sel yang dalam prosesnya membutuhkan fosfat sebagai unsur utama kerangka DNA dan isi sel. Memang secara teori praktis-mudahnya, masalah ini mampu diselesaikan hanya dengan pemberian kapur. Namun, itu sangat tidak efisien dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi. Efek pemberian kapur hanya berlaku sebentar saja sehingga perlu dilakukan penambahan berulang-ulang yang tentunya sangat menguras tenaga dan uang. Solusi lain yang lebih tepat yaitu dengan menggunakan jenis-jenis tanaman yang toleran terhadap tanah asam dan memiliki sistem mikoriza intensif. Penggunaan jenis tanaman dengan sistem mikoriza intensif dapat hidup toleran dengan tanah asam (tahan sampai pH sekitar 4).

  1. Teknik Induksi Akar

Induksi akar adalah suatu proses perangsangan atau menumbuhkan akar pada suatu tanaman. Teknik induksi akar diterapkan guna memperoleh sistem orde percabangan akar tanaman yang intensif sehingga mampu mengolah fosfat terikat menjadi fosfat siap pakai yang dapat digunakan langsung oleh tanaman yang kemudian akan mendorong pertumbuhan tanaman.

 

Penulis : Shahnaz Sekartantri dan Marliana Ega Pradita     Editor: Galang Rama Asyari

 

Sumber:

Santosa, Budi Purwanto. 2011. Kendala dan Upaya Meningkatkan Keberhasilan Penanaman di Lahan Gambut. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Galam​      ​. Vol 5 (1): 1-12.

Sipongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per Provinsi di Indonesia Tahun 2015-2020. Diakses dari http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran pada 2 Februari 2021 pukul 20:20 WIB.

Wibisono, I.T.C., Labueni Siboro, dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia​. Bogor: Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.

Yunianti, Tri Kurnia. 2020. 1,6 Juta Ha Lahan Gambut Terbakar, 63% Terkait Izin Konsesi Sawit. Diakses dari : https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5ebba6304080a/16-juta-ha-lahan-gambutterbakar-63-terkait-izin-konsesi-sawit pada 2 Februari pada 20:20 WIB.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.