Pemerintah Indonesia berupaya mewujudkan tujuan ke-2 dikombinasikan tujuan ke-13 Sustainable Development Goals (SDGs) diantaranya mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, dan meningkatkan pertanian berkelanjutan serta penanganan perubahan iklim. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui proyek Food Estate. Food estate merupakan sebuah konsep atau program pengembangan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan secara besar-besaran dengan mengalokasikan lahan pertanian dalam skala yang luas (lebih dari 25 hektare) dan memanfaatkan teknologi modern (Faridawaty dan Mahrita, 2023). Ketahanan pangan menjadi salah satu kondisi ideal di mana semua orang mempunyai akses secara fisik, sosial dan ekonomi pada bahan pangan aman dan mempunyai gizi yang cukup bagi memenuhi kebutuhan hidupnya pada setiap waktu.
Gambar 1. Lahan Food Estate di Kalimantan Tengah
Sumber : https://aspek.id/foto-lahan-food-estate-di-kalimantan-tengah/.
Praktik food estate di Indonesia sudah dimulai dari masa orde lama tahun 1955 hingga sekarang. Urgensi pengembangan food estate sekarang ini dilatarbelakangi beberapa isu di tingkat nasional antara lain menjaga ketahanan pangan di masa pandemi COVID-19, pertambahan jumlah penduduk, dan perubahan iklim. Pengembangan food estate dilakukan di Kawasan pertanian dengan pendekatan klaster dan multi komoditas yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, serta mendorong adanya perubahan peradaban petani (mindset, manajemen dan perilaku) dalam pengelolaan pertanian yaitu dari bekerja sendiri-sendiri menjadi terkonsolidasi; dari skala usaha kecil/terpencar-pencar menjadi skala ekonomi/besar; dari penerapan teknologi konvensional menjadi teknologi modern dan digitalisasi; dari menghasilkan produk primer menjadi produk olahan; adanya rekayasa sosial untuk menggerakkan seluruh sumberdaya pertanian yang ada.
Proyek food estate yang telah berjalan tidak sepenuhnya bisa dikatakan gagal. Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), beberapa lokasi food estate yang berhasil menghasilkan produk sebagai berikut: Sumatera Utara dengan lahan seluas 418 hektar, menghasilkan produk hortikultura seperti bawang merah, kentang kubis dan cabai; Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah dengan lahan seluas 907 hektar, menghasilkan produk hortikultura seperti bawang merah, cabai, bawang putih, dan kentang; Gunung Mas, Kalimantan Tengah dengan lahan seluas 10 hektar dan 3 hektar berhasil panen jagung dan singkong; Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kab, Keerom, Papua dengan lahan seluas 500 hektar berhasil panen jagung. Akan tetapi, komoditas yang dihasilkan dari proyek food estate tersebut cenderung berasal dari pulau Jawa atau dapat dikatakan Jawa-sentris.
Program food estate memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Proyek tersebut menimbulkan kerusakan hutan di Indonesia yang dikategorikan cukup luas. Berdasarkan beberapa laporan dan analisis, terdapat beberapa temuan terkait dengan kerusakan hutan yang timbul dari adanya program food estate. Berdasarkan analisis spasial oleh Pantau Gambut mengemukakan deforestasi lebih dari 1.500 hektar hutan termasuk lahan gambut di desa Tewai Baru, Kab. Gunung Mas, Kalimantan Tengah dibuka untuk lahan food estate. Berdasarkan analisis data spasial Global Forest Watch, dari rencana total seluas 500 hektar, kaoem telapak melaporkan bahwa pada juli 2022 hutan seluas 100 hektar telah dibuka di desa Ulu Merah,Sumatra Utara. Sedangkan pada pembangunan food estate di Papua bagian selatan (Merauke, Mappi, dan Boven Digoel) memerlukan lahan hutan seluas 1,3 juta hektar (Wulandari, 2021).
Gambar 2. Grafik Target Luas dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Program Food Estate Tahun 2020-2023.
Program food estate bukan solusi tepat untuk mencapai ketahanan pangan karena permasalahan pangan di Indonesia tidak terdapat pada ketersediaan, namun terkait distribusi. Infrastruktur pertanian yang buruk, biaya logistik yang mahal, manajemen barang yang lemah dan panjangnya rantai pasok merupakan penyebab masalah distribusi pangan di Indonesia (Rasman et al., 2023). Proyek food estate yang dilakukan hampir semuanya menyasar hutan gambut dan wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Hutan gambut yang digunakan untuk proyek food estate memiliki kesuburan yang rendah, pH yang sangat masam, dan selalu tergenang sehingga tidak cocok untuk tanaman pertanian. Selain itu, komoditas yang dikembangkan pada proyek food estate didominasi pangan Jawa-sentris seperti beras, jagung, dan umbi-umbian. Konsep pertanian skala besar dan industri hanya akan menghasilkan pangan untuk kebutuhan pasokan bahan baku industri, ketimbang untuk pemenuhan pangan masyarakat.
Kegagalan-kegagalan food estate di masa lampau dapat dijadikan lesson learned sebagai acuan sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek ini kedepannya. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain :
- Mendorong kedaulatan pangan berbasiskan pertanian ekologis. Pertanian ekologis berkonsep bahawa produsen dan konsumen (bukan perusahaan) yang mengendalikan rantai makanan. Sebab kedaulatan pangan adalah tentang cara pangan diproduksi, dan oleh siapa. Kedaulatan pangan hendak meletakkan kendali di tangan masyarakat sebagai produsen, distributor, dan konsumen;
- Melakukan riset dan studi kelayakan yang meliputi analisis lingkungan, ekonomi, dan sosial yang mendalam terlebih dahulu sebelum mencanangkan suatu proyek pembangunan.
- Pemilihan lokasi pengembangan food estate harus mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya, produktivitas lahan, dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat (Izzati et al., 2023). Proyek food estate diharapkan tidak hanya mampu mengatasi krisis pangan di Indonesia, namun juga menjaga kondisi ekologis dan kekayaan keanekaragaman hayatinya.
- Melibatkan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek. Dengan melibatkan masyarakat setempat, diharapkan masyarakat tersebut akan merasa memiliki kepentingan untuk menjaga dan mengelola lahan tersebut dengan baik
- Menyediakan teknologi dan sarana pendukung pertanian yang sesuai. Hal ini akan membantu proses pertanian menjadi lebih efisien dan meningkatkan produksi pangan.
- Pemerintah perlu menyusun kebijakan yang mempertimbangkan isu dan tantangan global seperti kenaikan harga pangan, pertumbuhan penduduk, perubahan iklim, dan lain-lain dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian yang lebih efisien dan efektif melalui praktik pertanian yang baik (good agricultural practices).
Dengan demikian, rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi masukan kebijakan dan acuan dalam implementasi proyek food estate di Indonesia, sehingga tidak ada lagi kesalahan dan kegagalan proyek yang akan terulang kembali.
REFERENSI
Citra, R. F. 2024. Program Food Estate: Dari Rencana Hingga Realitas. Diakses pada 19 April 2024 dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/program-food-estate-dari-rencana-hingga-realitas?track_source=kompaspedia-paywall&track_medium=login-paywall&track_content=https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/program-food-estate-dari-rencana-hingga-realitas
Faridawaty, E., Andanu, O., & Mahrita, S. (2023). Survey Penggunaan Varietas Benih,
Pemanenan dan Penyediaan Benih Padi Bermutu dalam Mendukung Kegiatan Food Estate Ekstensifikasi di Kabupaten Kapuas. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 2(5), 2009-2018.
Mutia, A. N. A., & Astriani, N. (2022). Pengaturan Pembangunan Food Estate pada Kawasan Hutan untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia. Bina Hukum Lingkungan, 6(2), 224-240.
Damayanti, A. 2024. Kementan Ungkap Data Food Estate yang Berhasil, Ini Lokasinya. Diakses pada 19 April 2024 dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7156215/kementan-ungkap-data-food-estate-yang-berhasil-panen-ini-lokasinya
Dinas Kominfo Wonosobo. 2022. Program Food Estate Wonosobo menjadi Percontohan Nasional. Diakses pada 28 April 2024 dari https://diskominfo.wonosobokab.go.id/detail/program-food-estate-wonosobo-menjadi-percontohan-nasional
Dinas Kominfo Wonosobo. 2022. Sukses Kelola Program Food Estate dan Tata Kelola Sampah, Pemkab Wonosobo Terima Kunjungan Kerja Barito Selatan. Diakses pada 28 April 2024 dari https://diskominfo.wonosobokab.go.id/detail/sukses-kelola-program-food-estate
Izzati, A. N., Gustiawati, B. L., & Saputra, R. Y. (2023). Proyek food estate pada lahan eks pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah: perlu atau tidak?. EcoProfit: Sustainable and Environment Business, 1(1).
Rasman, A., Theresia, E. S., & Aginda, M. F. (2023). Analisis implementasi program food estate sebagai solusi ketahanan pangan Indonesia. Holistic: Journal of Tropical Agriculture Sciences, 1(1).
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. 2022. Mempertanyakan Klaim Menteri Pertanian atas Keberhasilan Food Estate. Diakses pada 19 April 2024 dari https://www.walhi.or.id/mempertanyakan-klaim-menteri-pertanian-atas-keberhasilan-food-estate
Wulandari, V. A (2021). Food Estate dan Nasib Keanekaragaman Hayati di Tanah Papua. Online at Food Estate dan Nasib Keanekaragaman Hayati di Tanah Papua – EcoNusa, accessed 18 April 2024.