NIKEL DIEKSPANSI, HUTAN SULAWESI DEFORESTASI

Volume dan Nilai Ekspor Nikel Indonesia (2013-2023)

                                          Sumber: Badan Pusat Statistik                       

             Nikel merupakan salah satu mineral bahan tambang yang penting. Nikel banyak digunakan di industri otomotif, pembuatan besi, stainless steel, dan lain-lain. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2023 Indonesia mengekspor nikel seberat 1,26 juta ton, melonjak 62,33% dibanding 2022 (year-on-year/yoy). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan cadangan nikel dalam negeri sebesar 11,7 miliar ton atau setara dengan 52 persen cadangan nikel dunia. Komoditas untuk bahan baku baterai ini tersebar mulai dari Sulawesi, Maluku Utara, hingga Papua. Cadangan nikel di Sulawesi diperkirakan mencapai 2,6 miliar ton, Papua 60 juta ton, sedangkan Maluku mencapai 1,4 miliar ton.

          Peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan, terutama energi listrik, telah meningkatkan produksi kendaraan listrik secara global. Masifnya perkembangan kendaraan listrik di beberapa negara, menuntut semakin meningkatnya ekspor nikel. Nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai listrik banyak diminati oleh industri-industri otomotif. Pemerintah Indonesia sepenuhnya menyadari bahwa potensi sumber daya yang dimiliki negara ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan industri mobil listrik berbasis baterai, terutama karena besarnya cadangan nikel di Indonesia. Oleh karena itu, ekspansi nikel yang terjadi semakin luas. Investor asing berdatangan ingin menambang nikel dan membangun smelter di Indonesia, terutama wilayah Indonesia timur yang merupakan surga nikel. 

          Dalam rangka percepatan ekonomi dan pembangunan, pemerintah telah mengambil langkah dengan mewajibkan semua perusahaan tambang di Indonesia untuk mengolah hasil tambang dan melarang ekspor bahan mentah guna menaikkan harga pasar di internasional dan menambah devisa negara dengan kedepannya lebih meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan atau yang dikenal dengan hilirisasi (Agung dan Adi, 2022). Presiden Joko Widodo resmi melarang ekspor bijih nikel sejak Januari 2020. Hilirisasi dimaksudkan agar nikel mempunyai nilai tambah, tidak hanya diekspor mentah. Dengan adanya kebijakan hilirisasi tersebut menyebabkan semakin banyaknya industri nikel yang ada di Indonesia. Pemerintah pada akhir tahun 2021 telah menerbitkan 293 izin usaha pertambangan dengan komoditas nikel di seluruh Pulau Sulawesi (Geoportal Kementerian ESDM, 2021). 

          Akan tetapi, kebijakan tersebut banyak menimpulkan pro dan kontra. Hilirisasi dianggap hanya menguntungkan dari segi ekonomi, yaitu meningkatkan devisa ekspor dan banyaknya investasi yang masuk. Nilai tambah tersebut nyatanya yang terjadi tidak sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat, pada dasarnya para pengusaha besarlah yang menikmati keuntungan tersebut. Individu akan cenderung mengambil sebuah keputusan berdasarkan kepentingan atau kebutuhan pribadinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang akan ditimbulkan terhadap orang lain. Pihak-pihak tersebut merasa kerusakan yang mereka sebabkan relatif kecil dibandingkan manfaat yang akan diperoleh.

Potret Deforestasi di Luwu Timur yang Disebabkan Aktivitas Tambang Nikel 

Sumber: Dokumentasi WALHI Sulsel

          Tak dapat dipungkiri, dengan maraknya aktivitas pertambangan nikel, kerusakan lingkungan juga tidak terhindarkan. Salah satu dampak ekologi yang terjadi, yaitu meningkatnya angka deforestasi. Tak sedikit konsesi lahan nikel merupakan kawasan hutan lindung atau dan hutan produksi. Menurut hasil studi FWI, sekitar 180.587 hektar wilayah lahan konsesi atau izin kontrak pertambangan masuk ke dalam wilayah hutan lindung dan hutan produksi. Lebih dari 90 persen dari wilayah tersebut tergolong dalam kategori hutan lindung dan hutan produksi yang berpotensi mengakibatkan deforestasi baru. Hal tersebut selaras dengan yang disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, menyampaikan >200.000 ha lahan di Sulawesi Tengah dijadikan konsesi untuk pertambangan nikel.

         Alih penggunaan lahan hutan menjadi area pertambangan tersebut meningkatkan angka deforestasi yang cukup signifikan. Pepohonan yang awalnya berfungsi sebagai tutupan hutan akan ditebangi untuk kepentingan pertambangan nikel ataupun dibuat smelter. Fungsi hutan menjadi tidak maksimal, yang akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah lingkungan yang lain. Deforestasi yang terjadi pada akhirnya akan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Sumber: Yayasan Auriga Nusantara

            Menurut laporan CRI, setidaknya 5.331 ha hutan tropis telah ditebang di dalam konsesi pertambangan nikel yang menyebabkan hilangnya sekitar 2,04 metrik ton gas rumah kaca (CO2) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut. Sementara itu, berdasarkan koleksi data Auriga Nusantara menunjukkan deforestasi tertinggi di Sulawesi terjadi pada tahun 2016 sebesar 5236,6 ha (terbesar di Sulawesi Tenggara sebesar 3565,8 ha).  Tidak hanya berdampak kepada manusia, masalah ini juga berdampak terhadap iklim. Dengan begitu, deforestasi dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan yang puncaknya dapat menjadi salah satu penyebab perubahan iklim. 

Limbah Sedimen Bekas Tambang yang Mengendap di Dasar Laut Lampia

Sumber: Dok. WALHI Sulsel

Pencemaran Limbah Sedimen Bekas Tambang di Desa Lafeu

Sumber: Dok. WALHI Sulteng

          Kemudian, dampak lain yang terjadi dari aktivitas tambang nikel di Sulawesi, yaitu pencemaran sungai. Sungai mengalir dari hulu ke hilir, apabila terjadi kerusakan di hulu (lingkungan hutan), maka otomatis sungai juga akan terganggu hingga bermuara ke laut. Warna air sungai berubah menjadi coklat pekat serta berlumpur. Ekosistem sungai menjadi terganggu sehingga mengganggu aktivitas nelayan setempat dalam mencari ikan. Di samping itu, lumpur bekas tambang juga mencemari laut dan sungai. Air laut menjadi keruh dan berubah warna menjadi merah dan laut mengalami pendangkalan. Endapan lumpur tersebut juga menjadi penyebab rusaknya terumbu karang. Selain itu,  endapan lumpur berakibat pada kerusakan hutan mangrove. Hutan mangrove yang menjadi tempat hidup kepiting terganggu.

          Berbagai dampak buruk yang dialami oleh masyarakat di sekitar industri pertambangan nikel di Sulawesi sudah sepatutnya menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia. Memperluas tambang nikel dan meningkatkan produksinya hanya akan membawa rakyat pada kemiskinan yang parah dan penderitaan berkepanjangan, atau dengan kata lain, akan menyebabkan bencana sosial-ekologis yang sangat besar, terutama di Pulau Sulawesi. Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak lingkungan yang mungkin akan terjadi. Salah satunya dapat dilakukan dengan memperkuat peraturan perundang-undangan atau regulasi yang ada. Dari serangkaian kasus yang terjadi bahwa kerusakan lingkungan dapat terjadi dikarenakan kebijakan pemerintah pada aktivitas pertambangan yang kurang memperhatikan kelengkapan dokumen persyaratan perusahaan yang menjalankan kegiatan pertambangan dengan semangat orientasi perkembangan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan dampak lingkungan akan menghasilkan sebuah ketimpangan yang dapat  menjadi penghambatan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Bahkan pemerintah dapat dikatakan cenderung lalai karena membiarkan aktivitas pertambangan berjalan yang telah memberikan dampak kerusakan lingkungan.

          Untuk masalah pencemaran, pihak yang berwenang dapat lebih ketat dalam melakukan penilaian, pemantauan, serta penyelidikan terhadap dugaan pencemaran lingkungan. Sebaiknya, pemerintah juga lebih terbuka atau transparan mengenai data-data yang ada agar masyarakat paham dan bisa mengakses, misalnya data mengenai air bersih, tingkat pencemaran, kualitas udara, dan lain-lain. Transpirasi data juga dimaksudkan agar tidak adanya konflik yang mungkin dapat timbul antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Pada akhirnya, keuntungan yang didapatkan tidak akan sebanding dengan besarnya kerusakan lingkungan yang mungkin berdampak jangka panjang tersebut. Para pemasok nikel ini harus mampu mengatasi dampak negatif yang akan ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar maupun alam. 

 

REFERENSI

Agung, M., & Adi, E. A. W. (2022). Peningkatan Investasi dan Hilirisasi Nikel Di Indonesia. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan), 6(2).

Badan Pusat Statistik. (2023). Data Ekspor Impor Nasional Tahun 2023. https://www.bps.go.id/exim (Diakses, 31 Mei 2024)

Climate Right International (2024). Indonesia: Proyek Nikel Raksasa Menyebabkan Kerusakan Lingkungan, Iklim, Pelanggaran HAM. https://cri.org/indonesia-proyek-nikel-raksasa-menyebabkan-kerusakan-lingkunganiklim-pelanggaran-ham/ (Diakses, 31 Mei 2024)

Geoportal Kementerian ESDM. Data Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan. https://geoportal.esdm.go.id/minerba/ (Diakses, 31 Mei 2024)

Kementerian ESDM. (2020). Booklet Peluang Investasi Nikel Indonesia.  https://www.esdm.go.id/id/booklet/booklet-tambang-nikel-2020 (Diakses, 31 Mei 2024)

WALHI. (2021). Catatan Akhir Tahun 2021: Red Alert Ekspansi Nikel di Sulawesi. Makassar: WALHI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.