KEGIATAN PENANAMAN BERSAMA MASYARAKAT DI PANTAI MLIWIS, KEBUMEN

Forester in Action (FIA) merupakan salah satu program kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Budidaya Hutan (HIMABA). Rangkaian kegiatan Forester in Action #4 ini terdiri dari penanaman, penelitian, dan seminar hasil. Kegiatan penanaman dilaksanakan pada hari Sabtu (10/4/2021) dengan lokasi di Pantai Mliwis, Desa Kenoyojayan, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen. Selain penanaman, terdapat kegiatan lain yaitu sarasehan dan sosialisasi bersama masyarakat setempat.

Sarasehan dan sosialisasi merupakan salah satu agenda yang dilaksanakan sebelum kegiatan penanaman. Kegiatan ini adalah wujud pendekatan mahasiswa kepada masyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana untuk menjalin hubungan baik yang bersifat berkelanjutan. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat (9/4/2021) di rumah salah satu perangkat desa. Kegiatan tersebut dihadiri oleh masyarakat, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), perangkat desa, dan mahasiswa dengan total peserta sebanyak 25 orang. Selain itu, turut hadir juga dosen Fakultas Kehutanan UGM yaitu Ir. Sri Danarto M. Agr, Sc., Ir. W. W. Winarni, M. P., dan Dr. Dra. Winastuti Dwi Atmanto, M. P. Kehadiran dosen-dosen tersebut adalah sebagai pembimbing dan pengisi materi dalam sarasehan dan sosialisasi. read more

Baca Selengkapnya

Manfaat Rehabilitasi pada Lahan Gambut

sumber : wri.indonesia.org

Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan rapuh (fragile), lapisannya terdiri dari gambut dengan kedalaman mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, serta mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas (Daryono, 2009). Indonesia mempunyai sekitar 14,9 juta ha lahan gambut dengan simpanan karbon bawah tanah sekitar 57,5 giga ton (ANONIM, 2019)Lahan gambut yang subur dapat mencegah kekeringan dan banjir, menjadi sumber makanan dan air bersih untuk masyarakat sekitar, serta dapat menjadi habitat untuk beberapa jenis spesies langka, di antaranya orangutan dan harimau Sumatera. Kemampuan lahan gambut menyimpan karbon menjadikan lahan gambut memiliki simpanan karbon dua kali lebih banyak dari hutan di seluruh dunia dan empat kali lebih banyak dari yang ada di atmosfer. Oleh karena itu lahan gambut memegang peranan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (ANONIM, 2017). read more

Baca Selengkapnya

Rekayasa Silvikultur dalam Rehabilitasi Ekosistem Gambut

Pict by :  Earthmind.org

            Ekosistem gambut merupakan ekosistem yang sangat unik karena terbentuk dari timbunan bahan organik mati yang terawetkan selama ribuan tahun (Wibisono dkk., 2005). Selain itu, ekosistem gambut sering disebut sebagai ekosistem air hitam karena wilayahnya tergenang air berwarna coklat kehitaman seperti teh atau kopi. Salah satu permasalahan yang terdapat di ekosistem gambut yaitu adanya kebakaran yang menyebabkan degradasi lahan gambut. Menurut data SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021) tercatat bahwa sebanyak 3.079.313,75 Ha kawasan hutan mengalami kebakaran. Lebih lanjut lagi, Geographic Information System (GIS) Specialist​ Yayasan Madani Berkelanjutan Fadli Ahmad Naufal (2019) menyebutkan lima provinsi yang menyumbangkan kebakaran hutan terbesar yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Mayoritas kebakaran yang terjadi di lima provinsi tersebut berada pada kawasan gambut. read more

Baca Selengkapnya

Spesies untuk Rehabilitasi Lahan Gambut

pict : RimbaKita.com

Oleh: Linda Ratnasiwi   Editor: Wawan Sadewo

Lahan gambut yang terdegradasi mengalami penurunan kualitas lahan, baik dari sifat kimia, fisika, maupun biologi (Masganti et al., 2014). Lahan gambut yang terdegradasi karena pembuatan saluran drainase yang berlebih akan menyebabkan tinggi muka air gambut semakin menurun, terjadinya subsiden, serta mempercepat dekomposisi sehingga lapisan gambut habis (Basri et al., 2006). Menurut Wahyunto dan Dariah (2014), jika diukur dari permukaan tanah, lahan gambut yang terdegradasi akibat dibuat kanal drainase memiliki tinggi muka air tanah > 25 cm di musim hujan dan > 80 cm di musim kemarau. Pada lahan gambut dengan ketebalan > 3 m yang telah terdegradasi akan mengalami subsiden (penurunan permukaan tanah) rata-rata 35 cm per 5 tahun atau mengalami penurunan 10 % dari ketebalan gambut < 3 m (Wahyunto dan Dariah, 2014). Hal tersebut menyebabkan munculnya lapisan tanah mineral ke permukaan. Lapisan tanah mineral berpotensi mengandung sulfat masam yang bersifat toksik apabila diserap oleh tanaman (Basri et al., 2006). Lahan sulfat masam tersebut pada umumnya berasosiasi dengan lahan gambut. Apabila lapisan gambut yang berada di lapisan atas semakin menipis, maka lapisan pirit akan semakin muncul ke permukaan (Suastika et al., 2015). read more

Baca Selengkapnya

Faktor Pembatas Restorasi Lahan Gambut

Pict by : The Jakarta Post

Penulis : M. Risalluddin Fatih       Editor  : Galang Rama Asyari

Restorasi hutan yang ada pada lahan gambut menemui berbagai faktor pembatas. Upaya restorasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas setelah terjadinya degradasi akibat kerusakan lahan gambut. Selama ini penanaman di lahan gambut sangat memperhatikan faktor utama yang menentukan dilakukannya kegiatan restorasi, yaitu musim. Pada lahan gambut yang terbuka dan mengalami penurunan permukaan tanah, penanaman pada musim penghujan tidak dapat dilakukan karena kondisi lahan yang tergenang.  Penanaman baru dapat dilakukan pada kondisi air telah surut atau mendekati musim kemarau, namun yang menjadi kendala antara lain kondisi saat ini jangka waktu antara musim penghujan dan kemarau tidak begitu jelas. Apabila bibit ditanam pada curah hujan yang masih tinggi, bibit akan tergenang dan bahkan tenggelam yang mengakibatkan penurunan daya hidup dan keberhasilan penanaman. Sedangkan, apabila ditanam pada musim kemarau hal ini akan mengakibatkan kurangnya air yang diperoleh tanaman. Kekurangan air tersebut dapat berakibat pada layu dan kematian tanaman. read more

Baca Selengkapnya

Lahan Gambut dan Indikator Kerusakannya

    pict : greenpeace.org

Oleh: Aisyah Nur Bayti  – Editor: Wawan Sadewo

Lahan gambut merupakan suatu area yang ditutupi endapan bahan organik yang sebagian besar belum mengalami pelapukan secara sempurna dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Endapan bahan organik tersebut tertimbun dalam waktu yang cukup lama, sehingga lahan gambut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Sabiham dan Sukarman, 2012). Indonesia memiliki luas lahan gambut terbesar ke-dua di dunia yaitu sebesar 22,5 juta ha setelah Brazil (31,1 juta ha), dengan sebaran sebagai berikut, Papua seluas 7,6 juta ha, Kalimantan seluas 6,6 juta ha, Sumatera seluas 4,5 juta ha, dan lainnya seluas 3,8 juta ha (Anonim, 2020). read more

Baca Selengkapnya

Track Penanaman HIMABA Tahun 2014-2019

Gambar 1. Peta Lokasi Penanaman Tahun 2014-2019

Penanaman merupakan agenda rutin yang dilakukan oleh himpunan mahasiswa budidaya hutan setiap tahunnya.

Berikut merupakan record penanaman yang dilakukan oleh HIMABA mulai tahun 2013-2019.

1. Penanaman tahun 2013

Penanaman pada tahun terswbut dilakukan di daerah Miritpetikusan, Kebumen. Jenis tanaman yang ditanam meliputi cemara udang, nyamplung, jambu biji, rabutan. Penanaman ini dilaksanakan pada tahun 2013 oleh angkatan 2011

2. Penanaman tahun 2014 read more

Baca Selengkapnya

Budidaya Bambu dengan Kultur Jaringan

Sumber: IG @eshaflora

Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan dari famili Gramineae dan masuk dalam kategori hasil hutan bukan kayu (Arsad, 2015).  Menurut Novriyanti (2005) bambu memiliki potensi sebagai bahan substitusi kayu karena rumpun bambu dapat terus tumbuh selama masa pemanenan yang terkendali dan terencana. Keuntungan bambu dibandingkan kayu antara lain memiliki rasio penyusustan yang kecil, memiliki elastisitas yang baik, dan nilai dekoratif yang tinggi (Novriyanti, 2005: dalam Arsad 2014). Bambu termasuk tanaman dengan potensi pengembangan yang cukup tinggi dikarenakan bambu mempunyai manfaat ekologis dan manfaat ekonomis bagi masyarakat setempat (Sulistiono dkk, 2016).  Dari aspek ekonomi sendiri pemanfaatan bambu sangatlah luas, mulai dari penggunaan teknologi yang sederhana hingga pemanfaatan teknologi tinggi di skala industri (Putro dkk, 2014). read more

Baca Selengkapnya

Hama Kutu Lilin (Pineus boerneri) pada Pinus

Pineus boerneri atau kutu lilin merupakan hama tanaman pinus yang sangat sulit untuk diatasi. Pineus boerneri. Hama kutu lilin merupakan serangga dari ordo hemiptera yang menyerang tanaman pinus pada semua tingkat umur. Hama ini merupakan hama baru yang datang dari luar Indonesia (eksotik) yang memiliki habitat di berbagai wilayah seperti Benua Amerika, Oceania, dan Afrika (CABI, 2020). Kutu lilin bertubuh lunak, berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan, berukuran kecil (±1 mm), serta tinggal dan berreproduksi di pucuk bagian luar dari pohon pinus. Kutu betina mempunyai ovipositor, rostrum yang panjang, 4 pasang spirakel pada abdomen dan tidak aktif (sessile). Populasi ineus boerneri sangat cepat berlipat ganda karena merupakan jenis kutu yang aseksual sepanjang tahun, yakni jenis yang tidak tergantung musim dan dapat memproduksi telur secara partenogenesis (berkembang biak tanpa perkawinan). Bila satu petak tanaman pinus diketahui telah terserang, maka sangat mungkin bahwa pohon-pohon di petak-petak sekitarnya akan terserang pula, namun dengan populasi hama yang relatif rendah sehingga belum menunjukkan efek merusak (Laela dalam Furqan, 2012). read more

Baca Selengkapnya

STOMATA

source : xmol.com

Daun adalah organ pokok pada tanaman yang umumnya berbentuk pipih bilateral dan berwarna hijau. Daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, sehingga memiliki struktur mulut daun yang berfungsi untuk pertukaran gas O2, CO2, dan uap air dari daun ke alam sekitar dan begitu pula sebaliknya (Sumardi, dkk., 2010). Mulut daun tersebut terkenal dengan nama stomata. Stomata pada daun berupa lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel yang bentuknya sama atau berbeda dengan sel-sel epidermis lainnya dan disebut sel tetangga. Sel tetangga berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel penutup yang mengatur lebar celah (Sumardi, dkk., 2010). read more

Baca Selengkapnya