Faktor Pembatas Restorasi Lahan Gambut

Pict by : The Jakarta Post

Penulis : M. Risalluddin Fatih       Editor  : Galang Rama Asyari

Restorasi hutan yang ada pada lahan gambut menemui berbagai faktor pembatas. Upaya restorasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas setelah terjadinya degradasi akibat kerusakan lahan gambut. Selama ini penanaman di lahan gambut sangat memperhatikan faktor utama yang menentukan dilakukannya kegiatan restorasi, yaitu musim. Pada lahan gambut yang terbuka dan mengalami penurunan permukaan tanah, penanaman pada musim penghujan tidak dapat dilakukan karena kondisi lahan yang tergenang.  Penanaman baru dapat dilakukan pada kondisi air telah surut atau mendekati musim kemarau, namun yang menjadi kendala antara lain kondisi saat ini jangka waktu antara musim penghujan dan kemarau tidak begitu jelas. Apabila bibit ditanam pada curah hujan yang masih tinggi, bibit akan tergenang dan bahkan tenggelam yang mengakibatkan penurunan daya hidup dan keberhasilan penanaman. Sedangkan, apabila ditanam pada musim kemarau hal ini akan mengakibatkan kurangnya air yang diperoleh tanaman. Kekurangan air tersebut dapat berakibat pada layu dan kematian tanaman. read more

Baca Selengkapnya

Lahan Gambut dan Indikator Kerusakannya

    pict : greenpeace.org

Oleh: Aisyah Nur Bayti  – Editor: Wawan Sadewo

Lahan gambut merupakan suatu area yang ditutupi endapan bahan organik yang sebagian besar belum mengalami pelapukan secara sempurna dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Endapan bahan organik tersebut tertimbun dalam waktu yang cukup lama, sehingga lahan gambut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi (Sabiham dan Sukarman, 2012). Indonesia memiliki luas lahan gambut terbesar ke-dua di dunia yaitu sebesar 22,5 juta ha setelah Brazil (31,1 juta ha), dengan sebaran sebagai berikut, Papua seluas 7,6 juta ha, Kalimantan seluas 6,6 juta ha, Sumatera seluas 4,5 juta ha, dan lainnya seluas 3,8 juta ha (Anonim, 2020). read more

Baca Selengkapnya

Track Penanaman HIMABA Tahun 2014-2019

Gambar 1. Peta Lokasi Penanaman Tahun 2014-2019

Penanaman merupakan agenda rutin yang dilakukan oleh himpunan mahasiswa budidaya hutan setiap tahunnya.

Berikut merupakan record penanaman yang dilakukan oleh HIMABA mulai tahun 2013-2019.

1. Penanaman tahun 2013

Penanaman pada tahun terswbut dilakukan di daerah Miritpetikusan, Kebumen. Jenis tanaman yang ditanam meliputi cemara udang, nyamplung, jambu biji, rabutan. Penanaman ini dilaksanakan pada tahun 2013 oleh angkatan 2011

2. Penanaman tahun 2014 read more

Baca Selengkapnya

Budidaya Bambu dengan Kultur Jaringan

Sumber: IG @eshaflora

Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan dari famili Gramineae dan masuk dalam kategori hasil hutan bukan kayu (Arsad, 2015).  Menurut Novriyanti (2005) bambu memiliki potensi sebagai bahan substitusi kayu karena rumpun bambu dapat terus tumbuh selama masa pemanenan yang terkendali dan terencana. Keuntungan bambu dibandingkan kayu antara lain memiliki rasio penyusustan yang kecil, memiliki elastisitas yang baik, dan nilai dekoratif yang tinggi (Novriyanti, 2005: dalam Arsad 2014). Bambu termasuk tanaman dengan potensi pengembangan yang cukup tinggi dikarenakan bambu mempunyai manfaat ekologis dan manfaat ekonomis bagi masyarakat setempat (Sulistiono dkk, 2016).  Dari aspek ekonomi sendiri pemanfaatan bambu sangatlah luas, mulai dari penggunaan teknologi yang sederhana hingga pemanfaatan teknologi tinggi di skala industri (Putro dkk, 2014). read more

Baca Selengkapnya

Hama Kutu Lilin (Pineus boerneri) pada Pinus

Pineus boerneri atau kutu lilin merupakan hama tanaman pinus yang sangat sulit untuk diatasi. Pineus boerneri. Hama kutu lilin merupakan serangga dari ordo hemiptera yang menyerang tanaman pinus pada semua tingkat umur. Hama ini merupakan hama baru yang datang dari luar Indonesia (eksotik) yang memiliki habitat di berbagai wilayah seperti Benua Amerika, Oceania, dan Afrika (CABI, 2020). Kutu lilin bertubuh lunak, berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan, berukuran kecil (±1 mm), serta tinggal dan berreproduksi di pucuk bagian luar dari pohon pinus. Kutu betina mempunyai ovipositor, rostrum yang panjang, 4 pasang spirakel pada abdomen dan tidak aktif (sessile). Populasi ineus boerneri sangat cepat berlipat ganda karena merupakan jenis kutu yang aseksual sepanjang tahun, yakni jenis yang tidak tergantung musim dan dapat memproduksi telur secara partenogenesis (berkembang biak tanpa perkawinan). Bila satu petak tanaman pinus diketahui telah terserang, maka sangat mungkin bahwa pohon-pohon di petak-petak sekitarnya akan terserang pula, namun dengan populasi hama yang relatif rendah sehingga belum menunjukkan efek merusak (Laela dalam Furqan, 2012). read more

Baca Selengkapnya

STOMATA

source : xmol.com

Daun adalah organ pokok pada tanaman yang umumnya berbentuk pipih bilateral dan berwarna hijau. Daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, sehingga memiliki struktur mulut daun yang berfungsi untuk pertukaran gas O2, CO2, dan uap air dari daun ke alam sekitar dan begitu pula sebaliknya (Sumardi, dkk., 2010). Mulut daun tersebut terkenal dengan nama stomata. Stomata pada daun berupa lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel yang bentuknya sama atau berbeda dengan sel-sel epidermis lainnya dan disebut sel tetangga. Sel tetangga berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel penutup yang mengatur lebar celah (Sumardi, dkk., 2010). read more

Baca Selengkapnya

Pengaruh Cahaya Terhadap Proses Fotosintesis

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu fakrot internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari kualitas genetik, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar atau lingkungan sekitar. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah cahaya. Cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan serta pembungaan, pembukaan dan penutupan stomata, serta perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Sifat cahaya matahari yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu intensitas cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan lamanya penyinaran (panjang hari) (Susilawati dkk., 2016). read more

Baca Selengkapnya

Manipulasi Lingkungan Shorea balangeran pada Lahan Gambut

Shorea balangeran atau penduduk lokal menamainya balangeran, blangir, kahoi, atau kawi, merupakan spesies pohon dari famili Dipterocarpaceae. Shorea balangeran tersebar dari mulai Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah (Martawijaya et al., 1989).  Balangeran dapat tumbuh mencapai 20 – 25 meter dengan tinggi batang bebas cabang mencapai 15 meter. Kayu dari pohon ini tergolong kelas kuat II dengan berat jenis 0,86, sehingga sangat cocok untuk kegunaan bahan bangunan (Martawijaya et al., 1989). Hasil beberapa penelitian menunjukkan senyawa fitokimia pada kulit kayu Shorea balangeran berfungsi sebagai antioksidan (Wardani dan Susilo, 2016). read more

Baca Selengkapnya

Serangan (Hyblaea puera) yang Merugikan

Telah kita ketahui, bahwa salah satu serangga yang dianggap sebagai hama ialah ulat. Hal ini karena ulat biasa menyerang tanaman terkhusus daunnya, serta memiliki siklus hidup singkat sehingga menyebabkan perkembangbiakannya sangat pesat. Akibat dari serangan ulat tersebut, banyak pohon yang terganggu proses fisiologis, khususnya fotosintesis karena banyak dedaunan rusak setelah dimakan ulat.

Salah satu ulat yang banyak ditemui ialah ulat Hyblaea puera. Ulat Hyblaea puera Cr. adalah serangga yang memakan daun Jati hingga habis (Husaeni, 1997). Serangan ulat jenis ini terjadi saat pergantian musim kemarau ke musim penghujan. Ulat Hyblaea puera Cr. akan memakan daun jati hingga menyisakan tulang daun primernya saja. Ulat ini juga ditemukan pada daun jati yang menggulung. Berdasarkan hasil penelitian Umarela dan Karepseina (2011), menyebutkan bahwa ulat Hyblaea puera Cr akan memakan seluruh jaringan daun, dari bagian yang lunak hingga menyisakan urat dan tulang daunnya saja. read more

Baca Selengkapnya

Program Rehabilitasi Mangrove

Hutan mangrove memiliki beragam manfaat baik dalam aspek ekologi, aspek fisik, maupun aspek sosial kemasyarakatan. Peranan hutan mangrove sebagai suatu ekosistem antara lain sebagai pelindung garis pantai, penggumpal lumpur, pembentuk lahan, habitat alami berbagai flora dan fauna, daerah asuhan beberapa binatang akuatik, serta sebagai sumber pendapatan manusia seperti tambak ikan, garam, dan kegiatan pertambangan (Budiman dan Suhardjono, 1992).

Meningkatnya kegiatan pemanfaatan dengan cara yang salah sehingga merusak mangrove mengakibatkan degradasi dan penurunan luasan mangrove sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kondisi maupun pemeliharaan ekosistem mangrove. Salah satu upaya perbaikan dapat dilakukan dengan program rehabilitasi ekosistem mangrove. Rehabilitasi terdiri dari berbagai macam kegiatan, termasuk kegiatan restorasi dan penciptaan kembali habitat baru dari sistem yang telah menurun fungsinya menjadi stabil (Stevenson et al., 1999). Program rehabilitasi telah banyak dilakukan baik oleh dinas terkait maupun lembaga sosial masyarakat yang didukung oleh masayarakat sekitar. Namun, sayangnya program rehabilitasi mangrove seringkali hanya dilakukan dengan kegiatan penanaman kembali bibit mangrove tanpa monitoring ataupun evaluasi (Field, 1996). read more

Baca Selengkapnya