Budidaya Bambu dengan Kultur Jaringan

 

Sumber: IG @eshaflora

Bambu merupakan salah satu jenis rumput-rumputan dari famili Gramineae dan masuk dalam kategori hasil hutan bukan kayu (Arsad, 2015).  Menurut Novriyanti (2005) bambu memiliki potensi sebagai bahan substitusi kayu karena rumpun bambu dapat terus tumbuh selama masa pemanenan yang terkendali dan terencana. Keuntungan bambu dibandingkan kayu antara lain memiliki rasio penyusustan yang kecil, memiliki elastisitas yang baik, dan nilai dekoratif yang tinggi (Novriyanti, 2005: dalam Arsad 2014). Bambu termasuk tanaman dengan potensi pengembangan yang cukup tinggi dikarenakan bambu mempunyai manfaat ekologis dan manfaat ekonomis bagi masyarakat setempat (Sulistiono dkk, 2016).  Dari aspek ekonomi sendiri pemanfaatan bambu sangatlah luas, mulai dari penggunaan teknologi yang sederhana hingga pemanfaatan teknologi tinggi di skala industri (Putro dkk, 2014).

Saat ini permintaan akan bambu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tingginya permintaan akan bahan baku bambu menyebabkan intensitas penebangan bambu menjadi meningkat pula. Namun, penebangan bambu ini tidak seimbang dengan penanamannya. Masyarakat cenderung enggan menanam bambu karena bambu masih identik dengan kemiskinan. Apabila tidak ada tindakan penanggulangan kelangkaan tegakan bambu, dikhawatirkan Indonesia akan mengalami ketergantungan kepada luar negeri dalam hal penyediaan bambu. Kendala lainnya adalah ketersediaan bibit untuk perbanyakan bambu. Penyediaan bibit yang berkualitas dan seragam diperlukan untuk penanaman bambu dalam sekala besar atau industri. Perbanyakan bambu secara vegetatif yang telah diusahakan seperti stek batang, stek cabang, dan stek rimpang, tetapi metode tersebut belum berhasil untuk penyediaan bibit bambu dalam jumlah yang banyak, seragam, dan waktu yang relatif singkat serta tidak terkendala musim dan cuasa. Oleh karena itu diperlukan metode kultur jaringan untuk budidaya bambu (Astuti, 2014).

Metode kultur jaringan dalam pembudidayaan bambu adalah metode yang paling mungkin untuk dilakukan secara komersial guna menghasilkan tanaman bambu yang seragam pada sekala besar dan dalam waktu yang relatif singka (Garcia-Ramirez dkk., 2014). Melalui kultur jaringan, sifat anakan bambu yang diperoleh akan sama persis dengan induknya. Dalam metode ini bahan yang digunakan adalah jaringan tanaman bambu yang disebut eksplan. Eksplan diletakkan dan dipelihara dalam medium padat dalam keadaan steril. Penggunaan medium harus sesuai atau cocok pada eksplan yang digunakan, agar eksplan dapat berkembang dengan baik sehingga dapat tumbuh tunas dan akar. Pada medium yang digunakan diberikan zat pengatur tumbuh yang nantinya akan mempengaruhi percepatan tumbuh eksplan (Astuti, 2014). Perbanyakan bambu dengan melalui kultur jaringan diharapkan dapat meningkatkan perbanyakan bambu dalam waktu yang relatif singkat, sehingga pengelolaan tanaman bambu dapat dilaksanakan dengan lebih baik lagi dan kebutuhan akan bahan baku bambu dapat terus terpenuhi.

Penulis: Rani Nirwana

Referensi:

Arsad Effendi. 2015. Teknologi Pengolahan dan Manfaat Bambu. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, Vol. 7 (1): 45-52.

Astuti, Puji. 2014. Induksi Tunas dan Perakaran Bambu Kuning Bambusa vulgaris secara in vitro. Jurnal Ilmiah Biologi, BIOGENESIS. Vol. 2 (2): 109-114.

Garcia-Ramirez Y, Gonzales MG, Mendoza EQ, Seijo MF, Cardenas MLO, Bermudez LJM, Ribalta OH. Effect of BA treatments on morphology and physiology of proliferated shoots of Bambusa vulgaris Schrad. Ex Wendl in temporary immersion. American Journal of Plant Sciences. vol 5: 205-211.

Novriyanti, E. 2005. dalam Arsad, E (2014), Bambu tanaman Multi manfaat Pelindung tepian Sungai. Info Hasil Hutan, Vol 2. No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.

Putro, D. S., Jumari, dan Murningsih. 2014. Keanekaragaman Jenis dan Pemanfaatan Bambu di Desa Lopait Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Jurnal Biologi, Vol. 3 (2): 71-79.

Sulistiono, Ika Karyaningsih, dan Atik Nugraha. 2016. Keanekaragaman Jenis Bambu Dan Pemanfaatan di Kawasan Hutan Gunung Tilu Desa Jabranti Kecamatan Karangkencana Kabupaten Kuningan. Jurnal Wanakarsa Vol. 10 (2): 41-47.

One thought to “Budidaya Bambu dengan Kultur Jaringan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.