Peran Hutan dalam Mendukung Sustainable Development Goals

Sumber foto: United Nations

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu agenda pembangunan global jangka panjang untuk mengoptimalkan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh tiap negara. Program ini ditujukan terutama untuk negara berkembang dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam periode 2016-2030. Dokumen SDGs disepakati pada 2 Agustus 2015 dalam sidang PBB yang menghadirkan 193 negara termasuk Indonesia. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Presiden No. 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 4 Juli 2017. SDGs terdiri dari 17 tujuan yang dikelompokkan ke dalam 4 pilar yakni pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, pembangunan lingkungan hidup, dan pemerintahan. Seluruh tujuan SDGs dirumuskan untuk dapat meningkatkan pembangunan pada keempat sektor dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

Tujuan SDGs yang telah dirumuskan selaras dengan melimpahnya potensi sumber daya alam Indonesia meliputi sektor kehutanan, pertanian, tambang, perikanan dan yang lainnya. Program SDGs dirancang dalam 17 tujuan, dimana dari tujuan yang dicanangkan tersebut terdapat 6 tujuan yang sangat berhubungan dengan keberadaan hutan sebagai sumber daya alam. Melalui program SDGs diharapkan sumber daya yang tersedia tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin namun dengan tetap menjaga kelestariannya mengingat hutan merupakan sumber daya yang menyumbang berbagai bahan baku bagi banyak sektor. Dapat dikatakan bahwa hutan berperan penting untuk mendukung terlaksananya program SDGs.

Sumber foto: agroindonesia

Peran hutan dalam kaitannya dengan tujuan 1 SGDs yang menekankan pada pengentasan kemiskinan, dapat ditunjukkan dengan implementasi program perhutanan sosial. Perhutanan sosial diperuntukan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan yang menggantungkan hidupnya pada keberadaan sumber daya hutan. Dampak dari kebijakan perhutanan sosial yang diharapkan antara lain untuk mengurangi kemiskinan melalui peningkatan pendapatan, penyediaan sumber ekonomi baru, peningkatan nilai tambah produksi hasil hutan, pengembangan unit usaha baru berbasis masyarakat, peningkatan investasi komunitas berbasis lahan (landscape), meningkatkan daya beli masyarakat/daya saing, dan menciptakan industri dalam rangka meningkatkan ekspor, mewujudkan
pengelolaan hutan lestari, mengurangi konflik tenurial, dan mengurangi pengangguran melalui, penciptaan lapangan kerja baru di desa dari rantai bisnis produksi (Murti, 2018).

Sumber Foto: Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya pada tujuan ke 2 menyoroti aspek ketahanan pangan yang menekankan pada upaya menghilangkan permasalahan kelaparan dan kekurangan gizi. Dalam hal ini, hutan memiliki peran penting dalam mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan penerapan sistem agroforestri pada berbagai kawasan hutan untuk meningkatkan produktivitas terutama untuk tanaman pangan. Dengan penerapan agroforestri diharapkan dapat meningkatkan komoditas hasil hutan terutama untuk tanaman pangan, sehingga dengan berbagai variasi penanaman yang dilakukan dapat mencukupi kebutuhan bahan pangan. Sistem budidaya agroforestri ini, selain mengurangi lahan kritis juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengembangan agroforestri serta penyediaan kawasan hutan untuk pengembangan pangan terus dilakukan sebagai komitmen dalam mendukung ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan pada ketergantungan beras melalui produk pangan non beras dari hasil hutan tersebut (Syahputra, 2021).

Tujuan ketiga dari SDGs yakni mengenai kehidupan yang sehat dan sejahtera. Permasalahan terkait kesehatan masih menjadi tantangan tersendiri terutama pada negara berkembang, karena fasilitas dan penanganan sesuai standar yang belum merata. Keberadaan hutan menjadi hal yang penting sebagai penyedia berbagai bahan
baku untuk kebutuhan medis, terutama obat-obatan. Banyak sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan medis minyak keruing (Dipterocarpus alatus) dapat digunakan sebagai bahan obat, seperti pada ekstrak etanolny mengandung senyawa vaticaffinol yang berfungsi mencegah dan menyembuhkan asam urat (Chen et al., 2017). Isolasi oleanolic acid dari biji keruing berfungsi sebagai antifilarial (infeksi akibat cacing) Setaria digitata yang berfungsi untuk melepaskan radikal bebas dari dalam tubuh (Senathilake et al., 2017).

Sumber foto: Mongabay

Selain manfaat langsung dari hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu, keberadaan hutan juga sangat mempengaruhi kelestarian fungsi lingkungan sekitarnya atau lebih sering disebut sebagai kawasan lindung. Selaras dengan tujuan nomor 4 SDGs yang menyoroti aspek ketersediaan air bersih, hutan berperan penting dalam menjaga tata air dan siklus hidrologi dengan meningkatkan resapan air dalam tanah serta mengurangi aliran permukaan sehingga ketersediaan air dalam tanah tetap terjaga dan sekaligus mengurangi dampak erosi permukaan. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa DAS pada kawasan berhutan (tegakan Pinus merkusii) memiliki kemampuan resapan air sebesar 53,2 mm/ bulan dimana nilainya lebih besar dibandingkan DAS pada kawasan pertanian yang hanya sebesar 18,3 mm/bulan (Junaidi, 2013). Sistem agroforestri merupakan bentuk konservasi yang mampu meminimalkan erosi dan lahan kritis karena memiliki lapisan tajuk yang menahan air hujan sebelum jatuh ke tanah sehingga berpengaruh pada penurunan tingkat erosi (Junaidi, 2013).

Ketersediaan air tanah sangat penting keberadaanya karena banyak digunakan baik untuk dikonsumsi maupun untuk pengairan lahan pertanian. Jika jumlah air yang diserap oleh tanah sedikit akan mengakibatkan aliran bawah permukaan dan aliran dasar semakin kecil, keberadaan aliran dasar sangat penting karena menjadi penyedia
air di sungai saat musim kering (Tanika, dkk., 2017). Selain itu keberadaan hutan juga berperan dalam meningkatkan resapan air pada tanah sehingga dapat mengurangi aliran permukaan yang dapat mengakibatkan erosi permukaan dan sedimentasi pada kawasan hulu. Resapan air tanah yang baik selanjutnya dilepas secara teratur ke dalam berbagai aliran air permukaan dan dibawah permukaan, sehingga distribusinya lebih baik bagi berbagai kepentingan di luar hutannya itu sendiri.

Peran hutan dalam pembangunan berkelanjutan berikutnya terkait dengan fungsinya dalam meminimalisir perubahan iklim terdapat pada tujuan nomor 13. Global warming atau pemanasan global merupakan dampak dari adanya revolusi industri sehingga semakin banyak gas karbon emisi gas rumah kaca yang semakin meningkat
tiap tahunnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan air laut karena suhu bumi yang semakin meningkat sehingga lapisan es di kutub semakin menipis. Disini hutan berperan dalam mengurangi emisi tersebut dengan menyerap karbon di atmosfer melalui proses fotosintesis dan memprosesnya yang kemudian disimpan dalam bentuk biomassa. Sektor kehutanan berperan dalam tindakan mitigasi yang dapat dilakukan berupa rehabilitasi hutan dan lahan, peningkatan serapan karbon dengan penanaman pada kawasan mangrove, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan REDD+.

Dalam tujuan SDGs terdapat pilar pembangunan lingkungan hidup salah satunya pada tujuan nomor 15 terkait kelestarian ekosistem darat. Pembangunan yang dimaksud yakni menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati agar tetap terjaga keberadaanya. Dalam hal ini hutan memegang peranan penting dalam mendukung
tujuan tersebut. Keberadaan hutan terutama hutan alam sangat penting terhadap keberlangsungan kehidupan berbagai macam biodiversitas, karena menjadi habitat atau tempat tinggal flora dan fauna tersebut. Parameter keanekaragaman (biodiversitas) jenis pohon merupakan salah satu indikator ekologis kunci bagi kesehatan hutan hujan tropis Indonesia, semakin tinggi jumlah jenis pohon dan nilai keanekaragaman jenis pohon pada suatu area, maka akan semakin meningkat pula keragaman fungsi ekologi (Sanjaya et al, 2021).

Daftar Pustaka
Irhamsyah, F. (2019). Sustainable Development Goals (SDGs) dan Dampaknya Bagi Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lembaga Pertahanan Nasional RI. 38: 45-54.

Mindawati, N., dan Waluyo, T. K. (2019). Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu Indonesia untuk Mendukung Sustainable Development Goals. Bogor: IPB Press.

Murti, H. A. (2018). Perhutanan Sosial Bagi Akses Keadilan Masyarakat dan Pengurangan Kemiskinan. Jurnal Analis Kebijakan. 2(2): 62-75.

Ridha, D. M., Purbo, A., Wibowo, A., Tobing, L. B., Widyaningtyas, N., Widayati, T., Bagiyono, R., Anwar, S., dan Farid, M. (2016). Perubahan Iklim, Perjanjian Paris, dan Nationally Determined Contribution. Jakarta: Dirjen
Pengendalian Perubahan Iklim KLHK.

Rusdiana, O., dan Wardiman, A. (2020). Fungsi Hutan Menurut Persepsi Masyarakat di Desa Sekitar KPH Banyuwangi Selatan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur. Jurnal Silvikultur Tropika. 11(20): 51-55.

Samsul., Arsyad, U., dan Umar, A. (2019). Simulasi Skenario Penutupan Lahan Untuk Melihat Kondisi Hidrologi di DAS Lisu, Kabupaten Barru. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 11(1). 49-58.

Sanjaya, F. A., Safe’i, R., dan Winarno, G. D. (2021). Keanekaragaman Jenis Pohon sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Hutan Konservasi. Indonesian Journal of Conservation. 10(2): 53-57.

Sofianto, A. (2019). Integrasi Target dan Indikator Sustainable Development Goals (SDGs) Ke Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah di Jawa Tengah. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 17(1): 25-41.

Syahputra, O. H. (2021). Masa Depan Kedaulatan Pangan: Dukungan Agroforestri Dalam Produksi Pangan Melalui Perhutanan Sosial. Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Samudra. 6, 255-266.