Penambangan merupakan kegiatan pengambilan endapan bahan tambang yang berharga dan bernilai ekonomis (emas, batubara, timah, nikel dan sebagainya) dari bumi baik secara mekanis maupun manual (Sari, 2020). Kegiatan penambangan banyak dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Meskipun menguntungkan dari segi ekonomi, namun apabila dilihat dari segi ekologi dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Menurut Raden dkk. (2010) dalam Fitriyanti (2016), beberapa dampak negatif dari kegiatan penambangan terhadap lingkungan, yaitu:
- Perubahan bentang alam
Perubahan bentang alam dapat terjadi karena proses penambangan mulai dari pembukaan top soil dan pembongkaran material bumi yang akan menimbulkan lubang-lubang tambang. Penutupan lubang-lubang tambang ini akan sulit dilakukan karena kurangnya tanah penutup.
- Penurunan tingkat kesuburan tanah
Kegiatan pembukaan top soil dan pengambilan bahan tambang pada proses penambangan akan mengubah sifat-sifat tanah, terutama sifat fisik tanah. Susunan tanah yang terbentuk secara alami dengan lapisan-lapisan yang terstruktur dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu akibat pembukaan tanah tersebut. Tanah yang telah terbongkar menjadi sangat rentan mengalami penurunan kesuburan kimia dan biologi karena tanah tersebut telah rusak akibat pembongkaran untuk mengambil material yang ada di bawahnya. Perubahan sifat fisik pada tanah bekas tambang yang terjadi yaitu menurunnya kadar tekstur tanah berupa komposisi pasir menurun dan kandungan liat menjadi tinggi. Sedangkan perubahan pada sifat kimia tanah yang terjadi yaitu tanah menjadi masam (pH sekitar 5,5), kandungan bahan organik rendah, C/N ratio rendah, fosfor tersedia sangat rendah, KTK rendah serta kalsium juga sangat rendah (Allo, 2016).
- Terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati
Pembukaan lahan pada proses penambangan menyebabkan terjadinya degradasi vegetasi, sehingga keanekaragaman flora dan fauna menjadi terancam keberadaannya.
- Penurunan kualitas perairan
Dampak dari kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan tambang akan mempercepat aliran permukaan yang dapat membawa bahan-bahan pencemar (besi, mangan, total padatan tersuspensi, padatan terlarut) menuju ke aliran sungai yang berada di sekitar lokasi penambangan tersebut.
- Pencemaran lingkungan
Limbah tambang biasanya tercemar oleh asam sulfat dan senyawa besi. Air dengan kandungan kedua senyawa tersebut akan menjadi asam dan dapat menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam berat sehingga air akan bersifat racun dan memusnahkan kehidupan akuatik.
- Penurunan kualitas udara
Penurunan kualitas udara disebabkan oleh pembongkaran material dari dalam bumi serta pengangkutan material tersebut dan penggunaan berbagai peralatan ke dalam maupun ke luar area tambang. Penurunan kualitas udara juga disebabkan oleh adanya aktivitas pembakaran material sebagai bahan bakar unit pembangkit tenaga listrik. Sebagai contoh, pembakaran batubara akan melepaskan senyawa beracun seperti karbon monoksida, karbon dioksida, methana, benzene, toluene, xylene, sulfur, arsenik, merkuri, dan timbal. Senyawa-senyawa tersebut dapat menurunkan kualitas udara dan menimbulkan penyakit pernapasan.
Pada prinsipnya, kondisi lingkungan akibat kegiatan penambangan harus dikembalikan ke kondisi semula atau kondisi yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai lahan produktif. Salah satu cara untuk mengatasi degradasi lingkungan pada area bekas tambang tersebut yaitu dengan melakukan program reklamasi. Reklamasi berperan dalam perbaikan atau pemulihan lahan bekas tambang agar kondisinya dapat mendekati keadaan lahan sebelum ditambang. Beberapa manfaat program reklamasi pada area bekas tambang antara lain :
- Memperbaiki kualitas tanah dan mengendalikan erosi
Penanaman cover crop dapat membantu memulihkan kualitas tanah dan mengendalikan erosi. Penggunaan tanaman penutup tanah dari famili legum (Legume Cover Crop/LCC) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan menambah nitrogen dalam tanah yang akan memperbaiki karakteristik tanah (Narendra dan Pratiwi, 2014). Selain itu, LCC juga dapat mengurangi kekuatan dispersi air hujan dan jumlah serta kecepatan aliran permukaan sehingga erosi dapat ditekan dan infiltrasi meningkat (Narendra dan Pratiwi, 2014). Pemanfaatan mikroorganisme, seperti fungi (jamur) ataupun bakteri mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan, membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam ke tubuh tanaman yang tumbuh di atas tanah bekas tambang, serta membantu proses pembentukan mineral di dalam tanah (Panjaitan, 2019). Pemberian bahan organik dapat membantu pelepasan unsur hara, memperbaiki aerasi yang memungkinkan siklus oksigen lebih lancar, dan menaikkan pH pada tanah bekas tambang (Sariwahyuni, 2012). MS (2019) berpendapat bahwa fitoremediasi merupakan salah satu upaya rehabilitasi dengan melibatkan tanaman berklorofil yang mampu memperbaiki keseimbangan lahan bekas tambang. Polutan pada tanah dan air di lahan bekas tambang akan diserap oleh tanaman berklorofil tersebut, sehingga kandungan polutan pada air asam tambang dapat berkurang.
- Mengurangi kandungan logam berat
Selain berguna untuk memantapkan timbunan buangan tambang dan menyediakan bahan organik, vegetasi penutup juga dapat bermanfaat untuk mengurangi kandungan logam berat, yakni dengan menyerapnya ke dalam jaringan vegetasi tersebut (Hirfan, 2016). Menurut Winata dkk. (2016), samama (Anthocephalus macrophyllus) merupakan jenis pohon pionir dan fast growing yang mampu mereduksi kandungan timbal (Pb) pada tanah bekas tambang. Penyerapan Pb oleh samama dapat terjadi karena adanya kontak antara perakaran samama dengan Pb di dalam media tailing, khususnya di zona rizhosfer (Winata dkk., 2016). Jenis lain berupa tanaman air endemik yaitu purun (Lepiromia micronata) yang dapat menyerap logam berat seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), dan zinc (Zn) sehingga kualitas air di area bekas tambang meningkat (Umroh, 2011).
- Mengembalikan flora fauna dan meningkatkan biodiversitas
Menurut Singh dkk. (2002) dalam Agus dkk. (2014), penanaman vegetasi pada area bekas tambang sebagai penutup lahan dapat mempercepat perkembangan keragaman genetik dan biokimia pada lahan terdegradasi. Kegiatan reklamasi pada area bekas tambang dapat mengembalikan keanekaragaman flora (Gambar 1.). Riswan dkk. (2015), melaporkan bahwa semakin tinggi umur reklamasi pasca tambang maka keragaman jenis flora pada tingkat pohon dan pancang juga semakin tinggi. Adanya peningkatan jumlah flora akan berakibat pada terbentuknya ekosistem hutan dan hadirnya fauna kembali karena keadaan ekosistemnya telah pulih.
Gambar 1. Kegiatan Reklamasi Area Bekas Tambang (Sumber: Anonim, 2015)
Kegiatan penambangan memang dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan. Namun demikian, kegiatan penambangan ikut memberikan andil yang cukup besar bagi perekonomian negara. Hal yang harus menjadi perhatian adalah keterlibatan para ahli sehingga tidak memberikan dampak negatif yang besar bagi sektor ekonomi, sosial, dan ekologi. Oleh karena itu, program reklamasi lahan pasca tambang penting dilakukan agar dapat menjadikan lahan kembali seperti semula dan meningkatkan produktivitas lahan.
Penulis: Linda Ratnasiwi
Editor: Galang Rama Asyari
DAFTAR PUSTAKA
Agus, C., Eka, P., Dewi, W., Haryono, S., Saridi, dan Dody, H. 2014. Peran Revegetasi terhadap Restorasi Tanah Pada Lahan Rehabilitasi Tambang Batubara di Daerah Tropika. Jurnal Manusia dan Lingkungan 21 (1): 60-66.
Allo, M.K. 2016. Kondisi Sifat Fisik dan Kimia Tanah Pada Bekas Tambang Nikkel serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Trengguli dan Mahoni. Jurnal Hutan Tropis 4 (2): 207-217.
Anonim. 2015. Reklamasi Lokasi Tambang. Diakses dari https://ringkasanbukugeografi.blogspot.com/2015/12/reklamasi-lokasi-tambang.html?m=1 pada 03 Agustus 2021 pukul 12:14 WIB.
Fitriyanti, R. 2016. Pertambangan Batubara: Dampak Lingkungan, Sosial dan Ekonomi. Jurnal Redoks 1 (1): 34-40.
Hirfan. 2016. Strategi Reklamasi Lahan Pasca Tambang. Pena Teknik: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik 1 (1): 101-108.
Narendra, B.H., dan Pratiwi. 2014. Pertumbuhan Cover Crops Pada Lahan Overburden Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka. Forest Rehabilitation Journal 2 (1): 15-24.
Panjaitan, C.C.P. 2019. Tahapan Rehabilitasi di Area Penambangan. Diakses dari https://duniatambang.co.id/Berita/read/1135/Tahapan-Rehabilitasi-di-Area-Penambangan pada 28 Juli 2021 pukul 22:28 WIB.
Riswan, Umar, H., dan Chandra, I. 2015. Keragaman Flora di Lahan Reklamasi Pasca Tambang Batubara PT BA Sumatera Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan 22 (2): 160-168.
Sari, M. 2020. Sekilas Mirip, Tambang, Pertambangan, Penambangan, Apa Bedanya? Diakses dari https://duniatambang.co.id/Berita/read/ 765/Sekilas-Mirip-Tambang-Pertambangan-Penambangan-Apa-Bedanya pada 03 Agustus 2021 pukul 13:14 WIB.
Sariwahyuni. 2012. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang PT. Incosorowako dengan Bahan Organik, Bakteri Pelarut Fosfat dan Bakteri Pereduksi Nikel. Jurnal Riset Industri 6 (2): 149-155.
Umroh. 2011. Kemampuan Tanaman Air Purun (Lepiroma micronata) dalam Menyerap Logam Berat (Pb, Cu dan Zn) di Bekas Penambangan Timah. Jurnal Sumberdaya Perairan (AKUATIK) 5 (1): 17-20.
Winata, B., Basuki, W., dan Yadi, S. 2016. Studi Adaptasi Samama (Anthocephalus macrophyllus) Pada Berbagai Konsentrasi Timbal (Pb). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 6 (2): 211-216.