Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk
Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan kehutanan (Permen LHK RI no. 9 tahun 2021). Dalam program perhutanan sosial, masyarakat diberi peluang untuk mengelola hutan dan memanfaatkan sumberdaya hutan dengan cara berkelanjutan. Program perhutanan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan hutan dan mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Melalui program perhutanan sosial, masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaan hutan dan memperoleh penghasilan dari hasil hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Program perhutanan sosial penting dalam menjaga keberlanjutan lingkunga dan ekosistem, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Perhutanan sosial memiliki beberapa perbedaan dengan program yang ada sebelumnya, terutama dalam hal kepemilikan, partisipasi masyarakat, dan tujuan utama. Dalam hal kepemilikan, perhutanan sosial kepemilikan dan pengelolaan hutannya diberikan kepada sekelompok masyarakat setempat sedangkan program sebelumnya cenderung dikelola oleh pemerintah atau perusahaan. Dalam hal partisipasi masyarakat, perhutanan
sosial berfokus pada partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan sedangkan program sebelumnya tidak melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan. Dalam hal tujuan utama, program perhutanan sosial memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan, sedangkan program sebelumnyya lebih berorientasi pada pemanfaatan komersial dan produksi kayu secara besar-besaran.
Perhutanan Sosial menjadi Program Strategis Nasional dalam rangka Ekonomi Pemerataan (Ekonomi Keadilan) untuk kesenjangan distribusi pemanfaatan sumber daya hutan. Sebagai program strategis nasional Perhutanan Sosial bertujuan untuk berkontribusi dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Oleh karena itu, pemberian akses kelola Perhutanan Sosial harus aman dan tepat sasaran, dimana masyarakat penerima program ini memiliki kriteria, diantaranya masyarakat miskin, berlahan sempit atau tidak memiliki lahan dan tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan. Program ini diharapkan dapat mengurangi konflik antara masyarakat dan pihak- pihak yang memiliki hak pengelolaan hutan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Perhutanan sosial bertujuan untuk menggerakkan potensi besar masyarakat secara bersama-sama untuk membangun dan memanfaatkan hutan Indonesia sehingga dapat mewujudkan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, memperbaiki hutan yang rusak, dan menjaga serta melestarikan hutan yang masih baik. Selain itu, Nugraheni dkk. (2022) menyatakan, beberapa tujuan lain dari program perhutanan sosial yang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan sekitar antara lain:
- Melibatkan secara aktif masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang penguasaan lahannya rendah dan miskin sehingga dapat lebih baik kesejahteraannya.
- Mengurangi jumlah masyarakat Indonesia yang miskin.
- Meningkatkan produktivitas lahan hutan.
- Memperbaiki kondisi kawasan hutan dan lingkungan.
- Memperkuat organisasi dan kelembagaan masyarakat pengelola hutan.
- Berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim.
Terdapat lima skema perhutanan sosial di Indonesia, yaitu:
- Program Hutan Desa yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2014. Program tersebut memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat desa untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan.
- Program Areal Penggunaan Lain yang bertujuan untuk mengurangi konflik antara masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang memiliki hak pengelolaan. Program tersebut memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat untuk digunakan sebagai areal pertanian, perkebunan, dan pemukiman
- Program Restorasi Hutan dan Lahan yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologis hutan dan lahan yang rusak melalui rehabilitasi dan reboisasi serta memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat setempat
- Program Hutan Kemasyarakatan yang memberikan hak pengelolaan hutan kepada kelompok masyarakat yang terdiri dari tiga desa atau lebih untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan
- Program Hutan Tanaman Rakyat yang memberikan bantuan pemerintah kepada masyarakat untuk menanam pohon di lahan-lahan yang tidak produktif atau terdegradasi untuk menghasilkan kayu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Perhutanan sosial memiliki potensi menjadi trade-off antara kepentingan sosial, nilai ekonomi, dan lingkungan. Kepentingan sosial meliputi akses masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan, misalnya melalui penerapan sistem agroforestry yang merupakan konsepkombinasi antara pertanian dengan kehutanan. Penyatuan konsep agroforestry dengan perhutanan sosial dapat memberikan kesempatan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Tanaman
pertanian yang cepat menghasilkan dapat mendukung perekonomian masyarakat dalam mengembangkan tanaman kehutanan yang bernilai ekonomi. Secara ekonomi, pemanfaatan kawasan hutan menunjukkan potensi ekonomi yang berkelanjutan seperti fungsinya sebagai pengatur ekosistem dan memberikan manfaat kepada manusia, seperti pengatur air, penyerap karbon, dan penyimpanan karbon. Selain itu, terdapat produk kehutanan yang tersedia bagi
manusia, seperti kayu, rotan, dan lan-lain. Secara lingkungan, pemanfaatan kawasan hutan dengan perhutanan sosial disesuaikan dengan prinsip kelestarian, terutama untuk mengurangi dampak lingkungan. Pengurangan dampak lingkungan berkaitan dengan proses sosial dan permasalahan ekonomi (Gunawan dan Afriyanti, 2019).
Program perhutanan sosial memiliki kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan karena program ini memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat setempat untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dalam pelaksanaannya, program perhutanan sosial memungkinkan masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan untuk kebutuhan hidup mereka. Masyarakat dapat memanfaatkan hak pengelolaan hutan untuk memanen hasil hutan, seperti kayu, buah-buahan, dan rotan dapat dijual ke pasar lokal atau diekspor. Selain itu, Program perhutanan sosial dapat memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat setempat terhadap sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka sehingga memungkinkan mereka untuk memanfaatkan lahan yang tersedia di sekitar hutan dan membangun usaha kecil yang berkelanjutan, melalui usaha perkebunan, seperti usaha pengolahan kopi, kelapa sawit, dan coklat. Masyarakat juga dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya peternakan maupun perikanan di sekitar hutan untuk membangun usaha perikanan, seperti pembuatan kolam ikan atau usaha pengolahan ikan. Keindahan alam hutan juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha ecotourism, seperti membuat jalur tracking, camping atau penginapan. Selain itu, program
perhutanan sosial juga memberikan akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan sekitar hutan untuk kegiatan pertanian, seperti pengolahan padi, sayur-sayuran, dan tanaman hias. Dalam jangka panjang, program perhutanan sosial dapat meningkatkan kelestarian hutan dan mengurangi deforestasi yang dapat berdampak positif pada lingkungan dan memungkinkan generasi mendatang untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada
dengan lebih baik. Oleh karena itu, implementasi program perhutanan sosial diharapkan dapat memberikan manfaat ganda bagi masyarakat dan lingkungan, serta membantu pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Target perhutanan sosial yakni 12,7 juta hektar dan saat ini telah terealisasi seluas 1,54 juta hektar (sitasi). Masyarakat sekitar kawasan hutan dapat memiliki lahan dengan hak guna tetapi tidak bisa memperjual belikannya. Agenda perhutanan sosial di Pulau Jawa khususnya Jawa Barat dimulai pada 1 November 2017 dengan penyerahan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) kepada kelompok tani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
oleh Presiden Joko Widodo. Desa Pantai Bakti Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi menjadi lokasi proyek percontohan pelaksanaan IPHPS. Lahan yang dikelola seluas 80,9 hektar dengan melibatkan 38 kepala keluarga (Puspitasari, dkk., 2019).
Saat ini, implementasi perhutanan sosial melibatkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat lokal, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta. Implementasi perhutanan sosial berfokus pada pemantauan dan evaluasi program untuk memastikan keberhasilan dan perbaikan berkelanjutan. Implementasi program perhutanan sosial merupakan proses yang berkelanjutan dan kompleks sehingga hasilnya bergantung pada faktor yang mempengaruhinya, seperti kapasitas masyarakat lokal, dukungan pemerintah, ketersediaan sumber daya, dan kondisi sosial-ekonomi setempat.
Referensi
Gunawan, H. dan Afriyanti, D. 2019. Potensi Perhutanan Sosial dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Restorasi Gambut. Jurnal Ilmu Kehutanan. 227-236.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Puspitasari, S.A., Saragih, H.J.R., dan Navalino, D.A. 2019. Perhutanan Sosial dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat dari Persepektif Ekonomi Pertahanan (Studi pada Desa Pantai Bakti Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi). Jurnal Ekonomi Pertahanan. Vol. 5 (1) : 121-142.
Nugraheni, B.L.Y., Khuriyati, S.F., Awang, S.A., Nugroho, R.S.A., Chrismastuti, A.A., Nugrahedi, P.Y., Purnamasari, S., Teresia, A., Dewi, S.F., dan Putranti, C. 2002. Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial di Jawa. Universitas Katolik Soegipranata, Semarang.