Memanasnya Kota Yogyakarta disebabkan tingginya gas emisi (komponen gas-gas dan senyawa buangan yang dibuang di udara bebas) yang lepas di udara. Transportasi merupakan penyumbang utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Emisi timbal dan karbon monoksida (CO) di daerah perkotaan sebagian besar berasal dari daerah lalu lintas yang padat. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau. Salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang diperlukan adalah koridor jalan yang berupa jalur hijau.
Jalur hijau jalan merupakan area memanjang yang ditanami pepohonan, rerumputan, dan tanaman yang mana terdapat di pinggir jalur pergerakan dan/atau median jalan. Beberapa fungsi jalur hijau jalan yaitu sebagai penyegar udara, peredam kebisingan, mengurangi pencemaran polusi kendaraan, pembentuk citra kota, dan mengurangi peningkatan suhu udara (Syahindra et al., 2014). Selain itu, vegetasi pohon pada jalur hijau dapat menyerap air hujan sebagai cadangan air tanah dan dapat menetralkan limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan. Beberapa jalur hijau yang terdapat di Yogyakarta antara lain jalur hijau di sepanjang jalan Affandi, jalan Laksda Adisucipto, jalan Babarsari, jalan Perumnas Seturan, dan jalan Ring Road Utara (ALABSeRi). Kelima jalan tersebut merupakan salah satu jalur utama di Yogyakarta sehingga padat dengan kendaraan.
Jalur hijau Jalan Affandi merupakan salah satu jalur hijau memerankan peran penting karena Jalan Affandi atau yang sering dikenal dengan Jalan Gejayan tersebut memiliki sirkulasi dan arus lalu lintas tergolong tinggi. Terkini, jalur hijau Jalan Affandi direvitalisasi dengan mengganti 160 pohon jenis glodokan tiang (Polyalthia longifolia) dengan pohon tabebuya dan pohon asam jawa.
Tanaman glodokan tiang (P. longifolia) merupakan tanaman yang berasal dari negara India dan biasa dikenal dengan nama “Asoka”. Tanaman glodokan tiang dapat tumbuh di seluruh daerah yang beriklim tropis maupun subtropis dengan ketinggian pohon mencapai 15 m. Tanaman glodokan tiang merupakan salah satu tanaman berkayu yang memiliki tajuk berbentuk kerucut, memiliki akar yang dapat bertahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh getaran kendaraan yang melintas di sekitarnya, mudah tumbuh didaerah panas dan tahan terhadap angin sehingga cocok dimanfaatkan sebagai tanaman peneduh jalan (Ningrum & Triatma, 2022). Pohon glodokan tiang mampu menyerap CO2 sebesar 6.304,92 kg/pohon/tahun (Dahlan, 2004). Namun, tanaman glodokan tiang memiliki kekurangan yaitu kulit pohonnya dijadikan sebagai sarang semut merah sehingga dapat mengganggu masyarakat yang beraktivitas di dekat tanaman glodokan tiang (Ayumna, 2022)
Sementara itu, tanaman pengganti glodokan tiang, yakni tanaman asam jawa, memiliki daun-daun yang sangat rindang, memiliki anak-anak daun berkisar antara sepuluh hingga dua-puluh anakan daun yang bertubuh kecil-kecil. Penanaman tanaman Asam Jawa sebagai tanaman pinggir jalan sangat efektif untuk meneduhkan jalan yang panas serta menyerap karbondioksida dan polutan lainnya. Jenis polutan lain berasal dari logam berat timbal (Pb) dimana dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Samsoedin et al., (2015), membuktikan bahwa tanaman Asam Jawa yang ditanam di daerah Bekasi memiliki kemampuan menyerap polutan sebesar 0,0856 g/cm2 dibandingkan jenis tanaman tepi jalan lainnya, sehingga berkontribusi dengan baik terhadap peningkatan kualitas udara.
Tabebuya merupakan jenis tanaman yang termasuk suku Bignoniaceae berasal dari Brasil, Amerika Selatan. Pohon ini memiliki keunikan dalam menghasilkan bunga-bunga berwarna-warni, terutama yang berwarna kuning (atau bervariasi tergantung jenisnya). Tabebuya memiliki kelebihan diantaranya daunnya tidak mudah rontok, disaat musim berbunga maka bunganya indah dan lebat, akarnya cenderung tidak merusak bangunan atau tembok (Afrizal et al., 2022). Tabebuya banyak ditemui di sepanjang jalan raya dan bermanfaat untuk menyerap polusi udara dari kendaraan bermotor (Zuzzaifa & Rianto 2023). Tabebuya diketahui memiliki daya serap CO2 24,2 g/jam/pohon. Dalam satu tahun tabebuya mampu menyerap 105,87 kg/pohon/tahun (Lindungi Hutan, 2022).
Penggantian tanaman glodokan tiang menjadi tabebuya dan asam jawa sebagai tanaman jalur hijau jalan sudah cukup tepat. Mengingat penjelasan Direktorat Jenderal Bina Marga (1996) bahwa persyaratan utama dalam memilih jenis tanaman lansekap jalan yaitu perakaran tidak merusak konstruksi jalan, mudah dalam perawatan, percabangan tidak mudah patah, dan daun tidak mudah rontok atau gugur. Dahlan (2004) juga menambahkan bahwa tanaman jalan sebaiknya tidak memiliki akar yang besar di permukaan tanah, tahan terhadap hembusan angin, buah berukuran tidak terlalu besar, seresah sedikit, teduh tapi tidak terlalu gelap, dan tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor, serta memiliki ciri fisik yang menarik seperti bentuk kanopi, warna daun serta bunga yang indah.
Daftar Pustaka:
Afrizal, M. S., Simanjuntak, B. H., & Sutrisno, A. J. (2022). Penilaian fungsi pohon tepi Jalan Diponegoro Kota Salatiga dalam menjerap debu. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan, 21(2), 303-314.
Syahindra, A. I., Trisnowati, S., & Irwan, S. N. R. (2014). Jenis dan Fungsi Tanaman di Jalur Hijau Jalan Affandi, Jalan Laksda Adisucipto, Jalan Babarsari, Jalan Perumnas Seturan, dan Jalan Ring Road Utara (ALABSeRi), Yogyakarta. Vegetalika, 3(4), 15-28.
Zuzzaifa, N., & Rianto, R. (2023). Convolutional Neural Network Untuk Perbandingan Optimizer Pada Citra Batang Pohon. Jurnal Sistem Cerdas, 6(3), 179-188.
Ningrum, N. C. P., & Triatma, B. (2022). Perbedaan Karakteristik Kertas Seni Dari Daun Glodokan Tiang Kering (Polyalthia longifolia) Kering Dengan Teknik Penghalusan Secara Manual Dan Machinal. Jurnal Kimia Saintek Dan Pendidikan, 6(1), 30-35.
Ayumna, H. (2022). Efektivitas Jalur Hijau Dalam Mengurangi Kebisingan Di Permukiman Sekitar Jalur Kereta Rel Listrik.