Biodiversitas Tanah : Keragaman Tanah di Indonesia

Sumber: Canva.com

Biodiversitas Tanah : Keragaman Tanah di Indonesia

Kenalilah tanahmu maka suburlah hutanmu”

Tanah merupakan sumber kehidupan, proses kehidupan, dan juga akhir kehidupan. Semua hal tentang hutan dan kehutanan bermuara di tanah. Tanah berguna sebagai media tumbuh pohon di hutan, hingga pohon mati pun akan kembali terurai di tanah. Tanah merupakan tempat berpijaknya akar sehingga tegak berdiri, sumber penyedia unsur hara, gudang air, dan gudang pernafasan akar. Fungsi tanah di kehutanan belum dapat digantikan dengan sumber daya lain. Padahal, perbedaan letak geografis suatu wilayah di Indonesia menyebabkan adanya keragaman jenis tanah. Karena itu, pengenalan akan macam tanah menjadi sebuah urgensi mendesak yang melatarbelakangi artikel ini. Misi penyelamatan hutan yang gencar digaungkan dewasa ini akan terasa sia-sia apabila tidak dilakukan pengenalan terhadap jenis tanah yang ada terlebih dahulu, kita hanya membuang energi dengan mengejar ekor kita sendiri. Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa jenis tanah yaitu tanah entisol, endosol, vertisol, ultisol, histosol dan spodosol. read more

Baca Selengkapnya

Biodiversitas Hutan : Penopang Kehidupan

sumber : Canva.com

Sumber: Canva.com

Penopang Kehidupan : Biodiversitas Hutan

Biodiversity atau keanekaragaman pada hutan tidak melulu berbicara mengenai makhluk hidup. Lebih dari itu, ada beragam aspek penting yang menjadi penyokong kehidupan di hutan. Potret nyata hutan menjadi sangat miris karena angka biodiversitas hutan yang ada semakin menurun. Di dalam hutan terdapat milyaran kehidupan organisme yang bahkan menghidupi kehidupan lainnya. Hal lain yang menjadi penting adalah bahwa hutan merupakan “pabrik” dari beragam kekayaan alam. Ketidakmengertian, ketidaktahuan dan ketidakpedulian terhadap pentingnya hutan banyak menyebabkan minimnya pengetahuan dalam mengelola hutan. Padahal, hutan diibaratkan sebagai penopang kehidupan selaras dengan pernyataan dan ajakan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya pada Hari Hutan Internasional (HHI) yang menyatakan bahwa hutan Indonesia memiliki peran strategis sebagai sistem penopang kehidupan (Life Support System). Hutan hujan Indonesia, menjadi rumah bagi ribuan jenis spesies yang beragam. Mengacu data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kawasan hutan di Indonesia yaitu 125.797.052 ha yang terbagi menjadi beberapa bagian. Indonesia memang patut bangga atas julukan negara megabiodiversity. Daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10 % tumbuhan, 12 % mamalia, 16% reptil dan amfibi, serta 17 % burung yang ada di dunia (Collin et al. 1991). Merilis data dari BAPPENAS, Indonesia setidaknya memiliki lebih dari 38.000 spesies tumbuhan, 55% diantaranya adalah tumbuhan endemik. read more

Baca Selengkapnya

Manfaat Rehabilitasi Kawasan Pantai Berpasir

Kawasan pantai berpasir merupakan salah satu penyusun wilayah pesisir yang didominasi oleh hamparan atau dataran pasir berupa pasir hitam, abu-abu, atau putih (Sugiarto & Ekariyono, 1996). Kawasan pantai berpasir memiliki potensi dalam mendukung kehidupan masyarakat sekitar seperti wisata alam, tambang, perikanan, dan pertanian. Namun, potensi tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu penyebabnya yaitu hambatan karakteristik lahan yang tergolong marginal (Sumardi, 2009). read more

Baca Selengkapnya

Rekayasa Silvikultur dalam Rehabilitasi di Wilayah Pantai Berpasir

Indonesia sebagai negara kepulauan terluas di dunia memiliki banyak wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan lautan. Pertemuan antara dua jenis wilayah tersebut disebut dengan garis pantai (Sudarsono, 2011). Pantai adalah suatu wilayah yang meluas dari  titik terendah air laut ketika surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang yang biasa didominasi oleh pasir (Sutikno, 1993 dalam Opa, 2011). Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2019), Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan garis pantai terpanjang di dunia sepanjang 95.181 km. Luasnya wilayah pantai berpasir Indonesia membuat kawasan tersebut penting untuk diperhatikan karena menyimpan potensi yang besar. Namun demikian, wilayah pantai berpasir yang terbentuk dari tanah mineral muda apabila tidak segera dikelola dapat menyebabkan kerusakan permanen sehingga semakin rentan terhadap ancaman bencana alam (Harjadi dan Miardi, 2013). Selain itu, kawasan tersebut termasuk lahan marginal yang sukar diolah dan dimanfaatkan. Kegiatan untuk memulihkan kondisi dan daya dukung lahan pada kawasan pesisir diperlukan agar dapat mengurangi kerusakan akibat bencana alam, menjaga kelestarian lingkungan, serta meningkatkan produktivitas lahan. read more

Baca Selengkapnya

Strategi Rehabilitasi di Pasir Pantai

Rehabilitasi pantai dapat menjadi daerah yang rawan terhadap berbagai permasalahan lingkungan dan bencana alam seperti tsunami (Budiadi, dkk., 2016). Namun,aktivitas manusia untuk kepentingan ekonomi menjadi pemicu berkembangnya permasalahan yang makin kompleks. Pada era otonomi daerah, batas administrasi cenderung digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan pesisir, padahal seharusnya pengelolaannya didasarkan pada batas ekosistem (Wibowo, 2002).

Untuk mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan pesisir, maka perlu diperhatikan kondisi ekologi, status tapak, kondisi ekonomi dan sosial budaya (Sumardi, 2008; Hanley dkk., 2009). Pada lahan pantai berpasir di pantai Selatan, rehabilitasi dilakukan menggunakan cemara udang (Casuarina equisetifolia var. Incana), karena mampu memecah angin (wind break), beradaptasi terhadap tapak marginal, tahan terhadap salinitas dan kekeringan, berperakaran dalam, serta membentuk vegetasi rapat dan tinggi (Nurjanto dkk., 2009). Mengingat besarnya tekanan kebutuhan manusia terhadap lahan pesisir, serta dampak bencana alam, maka upaya konservasi, rehabilitasi dan pembangunan jalur hijau hutan pantai merupakan kebutuhan yang mendesak (Goltenboth dkk., 2006). Pendekatan utama yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi adalah penanaman jenis-jenis yang sesuai dengan lahan pesisir. read more

Baca Selengkapnya

Kendala Rehabilitasi Wilayah Pantai Berpasir

Kawasan pantai berpasir merupakan salah satu penyusun wilayah pesisir yang didominasi oleh hamparan atau dataran pasir berupa pasir hitam, abu-abu, atau putih (Sugiarto dan Ekariyono, 1996). Wilayah pantai berpasir termasuk dalam lahan marginal dan telah diupayakan untuk direhabilitasi. Namun upaya tersebut seringkali menemui berbagai kendala akibat kondisi lahan yang cukup ekstrim seperti:

  1. Kendala kondisi biofisik lahan

          Rendahnya kadar lengas dan ketersediaan air tawar

Sifat  tanah pasiran sangat berpengaruh pada status dan distribusi air sehingga berpengaruh pada sistem perakaran (Oliver  dan  Smettem, 2002). Dalam kaitannya dengan menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah karena didominasi oleh pori-pori makro. Oleh karena itu, air yang jatuh ke tanah akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi. Ketersediaan air tawar bergantung pada frekuensi dan volume air sistem sungai atau irigasi dari darat serta tingkat evaporasi ke atmosfer. Bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam kelangsungan hidup tanaman (Dahuri, 2003). read more

Baca Selengkapnya

Rehabilitasi di Wilayah Pantai Berpasir

Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Wilayah daratan adalah wilayah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Sedangkan wilayah lautan adalah wilayah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya (Bambang Triatmodjo, 2008). Wilayah pantai berpasir memiliki jenis tanah regosol dengan karakteristik tekstur kasar, mudah diolah, kapasitas menahan air rendah, permeabilitas baik, dan apabila umur semakin tua teksturnya semakin halus dan permeabilitas semakin buruk. Sukresno dkk. (2000) melaporkan bahwa tanah di wilayah pantai berpasir memiliki tekstur kasar, lepas-lepas, dan terbuka sehingga menjadi sangat peka terhadap erosi angin. Hasil erosi angin berupa pengendapan material pasir mengganggu dan menutup wilayah budidaya tanaman serta pemukiman. Penerapan rekayasa lingkungan yang tepat dapat bermanfaat untuk kegiatan rehabilitasi dengan revegetasi di wilayah tersebut. Beberapa penelitian membuktikan potensi wilayah pantai berpasir di Pantai Selatan, Yogyakarta menggunakan beberapa alternatif perlakuan dapat meningkatkan keberhasilan penanaman (Sudihardjo, 2000 dalam Ambarwati dan Purwanti, 2002). read more

Baca Selengkapnya

Peran dan Manfaat Reklamasi Area Bekas Tambang

Penambangan merupakan kegiatan pengambilan endapan bahan tambang yang berharga dan bernilai ekonomis (emas, batubara, timah, nikel dan sebagainya) dari bumi baik secara mekanis maupun manual (Sari, 2020). Kegiatan penambangan banyak dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Meskipun menguntungkan dari segi ekonomi, namun apabila dilihat dari segi ekologi dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Menurut Raden dkk. (2010) dalam Fitriyanti (2016), beberapa dampak negatif dari kegiatan penambangan terhadap lingkungan, yaitu: read more

Baca Selengkapnya

Rekayasa Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Sumber: BP2LHK, 2019

Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas pertambangan di Indonesia tentunya memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pertambangan yang menimbulkan terbentuknya lahan bekas tambang yang mengalami kerusakan baik kerusakan dalam aspek fisik maupun kimia. Menurut Hirfan (2016), secara fisik lahan telah mengalami kerusakan karena kedalaman efektif tanah menjadi dangkal. Selain itu di area bekas tambang juga terdapat berbagai lapisan yang menghambat pertumbuhan tanaman, contohnya yaitu pasir, kerikil, serta lapisan sisa-sisa tailing (Hirfan, 2016). Pada kondisi yang parah, dapat terlihat lapisan cadas dan bentuk permukaan tanah bekas tambang umumnya sangat ekstrim karena perbedaan kemiringan tanah yang sangat menonjol pada jarak pendek (Hirfan, 2016). Sementara itu, dilihat dari aspek kimianya, unsur hara tanah pada lahan bekas tambang telah hilang sehingga lahan tidak dapat lagi memberikan dukungan terhadap penyediaan unsur hara bagi tanaman (Hirfan, 2016). read more

Baca Selengkapnya